Kamis, 28 Juli 2011

Pentingnya Memiliki Dana Cadangan

Anda tidak perlu malu jika merasa takut berinvestasi karena tidak ingin kehilangan uang Anda. Tidak peduli betapa seringnya Anda mendengar slogan-slogan investasi yang mengatakan bahwa setiap investasi pasti berisiko. Semakin tinggi risikonya semakin tinggi pula returnnya, dan begitu juga sebaliknya. Tidak apa-apa jika Anda takut kehilangan uang Anda, karena kita memang harus tetap menjamin keberadaan sejumlah harta tunai kita dengan aman. Namun menyimpannya di bawah bantal hanya untuk menghindari risiko investasi bukanlah cara yang terbaik, sebab banyak tempat yang lebih baik dalam menyimpan uang Anda.Tiap kali mendengar kata investasi mungkin seringkali yang terlintas dalam benak kita adalah the bulls and the bears. Istilah ini memang kedengarannya gagah sekali seperti nama hewan yang dipakainya. The bulls, seperti artinya dalam bahasa Indonesia adalah banteng. Tanduk banteng yang mencuat ke atas digunakan untuk menggambarkan situasi pasar yang sedang bergairah atau naik. Adapun the bears atau beruang, cara beruang yang membungkuk ke tanah saat berjalan, sehingga seringkali digunakan untuk menggambarkan situasi pasar yang sedang turun atau lesu. Nah…kalau the bulls and the bears adalah 2 istilah yang sangat populer dalam investasi di pasar modal, maka dalam perencanaan keuangan perorangan dan keluarga perilaku gagah-gagahan tadi sebaiknya diimbangi dengan satu istilah lagi yaitu the chickens atau si ayam.

Kalau Anda perhatikan gerak gerik seekor ayam yang kelihatan sekali penakutnya, maka cobalah Anda berdiri kurang lebih 2 meter darinya, kemudian tiba-tiba anda menghentakkan kaki dengan keras serta merta si ayam pasti lari terbirit-birit. Kalau Anda merasa seperti si ayam tadi saat berinvestasi, dan memilih ekstra hati-hati ketimbang berani tapi bisa mati seperti si kerbau atau beruang, maka bukan berarti Anda penakut. Karena penting sekali untuk berlaku seperti si ayam terhadap sejumlah uang kita, karena uang tersebut memang harus ada dalam genggaman Anda, tidak boleh hilang tidak boleh berkurang nilainya, tersimpan ditempat yang aman dan likuiditasnya tinggi. Inilah yang saya maksud dengan chicken money alias dana cadangan. Some money we can’t afford to lose.

MENGAPA DANA CADANGAN DIBUTUHKAN ?

Bayangkan jika semua uang Anda habis di belikan saham, diinvestasikan ke dalam property, digunakan untuk bisnis bagi hasil, dibelikan dolar, dipinjamkan dengan bunga tinggi. Sewaktu-waktu Anda membutuhkan sejumlah uang tunai dalam jumlah cukup besar untuk keperluan mendadak, bisa-bisa tidak tersedia dananya. Karena akan sulit menarik uang Anda jika sudah terlanjur digunakan untuk modal usaha, membutuhkan proses cukup lama juga untuk mengubah rumah menjadi uang tunai, bahkan kemungkinan besar bisa jumlahnya berkurang sebab harga jualnya jauh lebih rendah daripada harga belinya, seperti risiko yang bisa terjadi pada saham dan dolar.

Pertanyaan selanjutnya adalah keperluan mendadak seperti apa yang membutuhkan sejumlah dana tunai dengan segera ? Kita sudah tahu bahwa hidup tidak selalu berjalan mulus, sama saja tidak mulusnya dengan anggaran belanja yang sudah kita rencanakan namun sulit sekali dalam pelaksanaanya. Karena itu dana cadangan dibutuhkan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi sebagai berikut :

1. Berbagai musibah yang bisa menimbulkan kerugian finansial bisa saja terjadi tanpa bisa diperkirakan kapan akan terjadinya. Musibah-musibah seperti sakit, kecelakaan mobil, kebakaran pada rumah, kematian adalah peristiwa-peristiwa yang seringkali bisa memaksa Anda untuk mengeluarkan sejumlah uang tunai dalam jumlah cukup besar secara mendadak. Semisalnyapun Anda telah mengcover kerugian-kerugian finansial yang terjadi akibat musibah tersebut dengan mengambil asuransi, tetap saja sejumlah dana tunai harus tersedia. Biaya berobat dan rawat inap di rumah sakit, membayar biaya perbaikan mobil, memperbaiki rumah akibat kebakaran, atau membayar biaya penguburan, biasanya harus di bayar dulu di depan. Pembayaran ini seringkali tidak bisa ditunda sampai proses reimburse atau klaim asuransi dan administrasinya selesai.
2. Tidak enaknya menjadi karyawan adalah kita bisa kehilangan pekerjaan karena Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK. Sayangnya PHK bisa terjadi pada siapa saja, tidak terkecuali Anda. Mungkin Anda akan mendapat pesangon, namun hanya cukup untuk beberapa bulan saja, padahal mencari pekerjaan tidak mudah. Itupun kalau dapat pesangon, kalau tidak keadaan bisa jadi lebih rumit lagi. Jika Anda seorang wirausaha, maka Anda pasti tahu bahwa bisnis bisa saja bangkrut dan penghasilan usaha terhenti. Untuk menghadapi situasi seperti ini maka diperlukan sejumlah dana cadangan uang tunai yang bisa mencukupi pengeluaran keluarga selama belum mendapatkan penghasilan kembali
3. Timbulnya pengeluaran tidak terencana seperti pemberian hadiah, sumbangan, liburan, atau pengeluaran yang sesekali saja terjadi dan sifatnya tidak rutin. Pengeluran ini seringkali juga tidak bisa diduga kapan akan terjadinya. Masalahnya penghasilan kita biasanya habis untuk pengeluaran yang rutin saja dan jarang sekali bisa mencadangkan untuk pengeluaran tidak rutin. Dengan adanya dana cadangan maka pengeluaran tidak rutin bisa dibayar tanpa harus mengganggu anggaran belanja bulanan.

Tidak peduli apakah kondisi keuangan Anda sudah stabil dengan karir yang baik dan gaji yang tinggi, apakah Anda sudah memasuki usia pensiun, atau jika Anda masih muda dan baru mulai berkarir, maka siapapun Anda dan bagaimanapun situasi keuangan Anda saat ini. Anda harus tetap memiliki sejumlah dana cadangan. Tujuan untuk membentuk dana cadangan ini adalah agar Anda tidak kesulitan untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya darurat atau emergency, membiayai pengeluran keluarga jika penghasilan keluarga terhenti tiba-tiba karena PHK, dan membiayai pengeluaran tidak rutin lainnya.Di mana menyimpan Dana Cadangan dan Berapa Besarnya ?Dana cadangan sebaiknya disimpan di tempat yang aman, mudah diambil dan tidak akan membuat dan kehilangan nilai pokok investasi. Misalnya seperti seperti tabungan, deposito berjangka, Reksa Dana Pasar Uang, obligasi pemerintah, Sertifikat Bank Indonesia, Namun, dengan tingkat suku bunga yang turun terus, orang seringkali tergoda untuk menempatkan dana cadangan ini ke dalam investasi berisiko tinggi, itulah sebabnya orang sulit membentuk dana cadangan. Berikut ini adalah beberapa faktor yang sebaiknya dipertimbangakan dalam memilih produk investasi yang tepat untuk dana cadangan Anda :

1. Perhatikan jangka waktunya. Simpanlah dana cadangan Anda hanya pada investasi dengan jangka waktu yang pendek saja, Pilih produk investasi yang memang diranacang khusus utnuk investasi jangka pendek maksimal satu tahun. Sebab begitu Anda menginvestasikannya pada produk invesatsi lebih dari satu tahun, maka dana cadangan Anda akan terpengaruh risiko pasar. Misalnya jika Anda membeli obligasi dengan jangka waktu 3 tahun dengan kupon bunga 7%, ternyata ditahun ke dua suku bunga obligasi dipasar raat-rata megalami kenaikan menjadi 9 %, akibatnya Anda rugi 2%. Kalaupun Anda ingin menjualnya mungkin harus didiscount, sebab orang tentunya lebih memilih obligasi dengan suku bunga yang lebih tinggi,
2. Perhatikan risiko kreditnya, Tabungan, deposito, SBI, dan obligasi pemerintah jangka waktu 3 bulan, mempunyai tingkat risiko gagal bayar yang rendah atau lebih baik daripada surat berharga yang dikeluarkan oleh suatu perushaan swasta yang seang bermasalah baik dalam bentuk commercial paper maupun obligasi dengan jangka waktu yang sama. Mereka bisanya menjanjikan tingkat suku bunga yang lebih tinggi, namun risikonya juga lebih tinggi,
3. Perhatikan biaya-biayanya. Menyimpan dana di bank mungkin paling rendah biaya administrasinya, namun harus diperhitungkan pula potongan pajaknya. Reksa Dana Pasar Uang dan produk pasar uang lainnya biasanya juga dikenakan biaya pembelian, penjualan kembali, managemet fee. Semakin rendah biayanya tentu semakin baik karena tidak akan mengurangi return investasi terlalu banyak.
4. Jumlah dana cadangan jangan terlalu kecil juga jangan terlalu besar. Jumlah yang ideal adalah sebesar 6 kali pengeluaran keluarga Anda perbulan. Jika pekerjaan maupun penghasilan Anda belum stabil maka sebaiknya jumlah dana cadangan yang dibentuk semakin besar misalnya 12 kali pengeluaran keluarga Anda perbulan. Suatu saat dana cadangan ini terpakai maka isilah kembali sampai targetnya tercapai, setelah target tercapai berhentilah. Begitu seterusnya

Berinvestasi untuk membentuk dana cadangan, memang tidak terlalu menarik, sebab tidak membuat Anda kaya, namun juga tidak membuat Anda miskin. Investasi dalam dana cadangan minimal tidak akan membuat anda kehilangan nilai pokok investasi Anda, tapi paling tidak pertumbuhan dalam dana cadangan bisa menyamai inflasi, bahkan kadang-kadang bisa juga diatas inflasi. Yang pasti investasi pada dana cadangan tidak membuat Anda sulit tidur. Ingat ! khusus untuk dana cadangan maka bukan return investasinya yang penting tetapi bagaimana agar simpanan kita bisa kembali utuh.

Sabtu, 23 Juli 2011

Rencanakan Keuangan Masa Pensiun Anda

Masa pensiun adalah tahapan yang cukup rawan bagi kondisi keuangan pekerja, pada masa pensiun gaji yang biasanya diterima pekerja tidak akan datang lagi. Seorang pekerja untuk dapat menikmati masa pensiun dengan baik memerlukan perencanaan keuangan yang baik. Masa bekerja adalah masa yang baik untuk mempersiapkan bekal keuangan yang akan digunakan pada masa pensiun. Bagaimanakah melakukan perencanaan keuangan untuk mengumpulkan bekal itu?

Orang tua kita mempersiapkan kita untuk mampu mengarungi kehidupan dengan mendidik moral, melatih mental dan menyekolahkan untuk mendapatkan pengetahuan. Orang tua memberikan nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi kehidupan dan juga menyekolahkan kita setinggi-tingginya yang bisa dibiayai oleh mereka. Demikian juga kita mempunyai tanggung jawab pada diri kita sendiri dan juga kepada keluarga yang dicintai, untuk bisa membiaya kehidupan semasa pensiun dan sekaligus menunaikan kewajiban orang tua kepada anak yang belum sempat ditunaikan pada saat kita memasuki masa pensiun. Untuk mempersiapkannya maka perencanaan keuangan keluarga semakin dirasakan penting untuk memenuhi kebutuhan keuangan masa pensiun seperti membiayai pendidikan anak yang belum dewasa pada saat pensiun, atau sebagai pencegahan agar keuangan kita tidak tergantung anak-anak atau sanak keluarga.

Kalau meperhatikan siklus hidup manusia maka rentang masa 1-6 tahun adalah masa kanak-kanak. Usia 7-18 adalah masa sekolah dan bagi mereka yang beruntung meneruskan pendidikan di Perguruan tinggi sampai mendapatkan diploma, sarjana atau bahkan menamatkan studi pasca sarjana. Masa panjang yang dialami adalah usia 22 sampai dengan 55 tahun, masa bekerja dan memperoleh penghasilan dan usia yang umum bagi masyarakat pekerja Indonesia pensiun, masa 55 tahun sampai dengan 75 tahun. Masa pensiun seseaorang dapat berlangsung sampai dengan 20 tahun atau bahkan lebih.

Dari rentang waktu tersebut diatas yang menjadi perhatian kita dalam membuat perencanaan keuangan untuk masa pensiun adalah masa bekerja dari usia 22 sampai dengan 55 tahun atau 33 tahun bekerja dan masa pensiun dari usia 55 sampai dengan usia 75 tahun atau 20 tahun masa pensiun. Untuk sebagian orang yang dikaruniai usia panjang dapat mencapai usia 80 tahun bahkan lebih, artinya masa pensiun bisa mencapai 25 tahun atau lebih. Apakah kita sudah memikirkan bagaimana membiayai kehidupan sepanjang 20-25 tahun setelah pensiun?

Ingat bahwa masa produktif adalah masa bekerja, pada masa ini keuangan keluarga perlu dikelola dengan baik. Mengkonsumsi semua pendapatan adalah cara terbaik menghancurkan kenyamanan keuangan pada masa pensiun. Berbagai literatur menyarankan kegiatan menabung dan berinvestasi adalah cara terbaik untuk mempersiapkan keuangan masa pensiun. Berapakah besaran pendapatan yang harus ditabung dan dikonsumsi agar kita dapat memperoleh keamanan keuangan masa pensiun kita?

Besaran pendapatan yang harus ditabung atau di investasikan sangat bergantung kepada kebutuhan masa pensiun yang akan datang. Biasanya para perencana keuangan keluarga menyarankan 20-30% dari pendapatan tidak dikonsumsi pada masa aktif, dana ini dialokasikan untuk tabungan dan investasi. Berapa besaran ideal dana yang ditabung dan berapa besaran dana yang harus diinvestasikan?

Besaran Tabungan dan investasi yang diperlukan oleh seseorang adalah sangat beragam bergantung tingkatan pendapatan dan gaya hidup yang bersangkutan. Perlu diingat bahwa tabungan bukanlah sarana yang baik untuk mempersiapkan dana masa pensiun. Tabungan disarankan hanya untuk memenuhi kebutuhan dana darurat (emergency fund). Besaran yang umum disarankan adalah 6 bulan sampai dengan 12 bulan besaran konsumsi bulanan. Individu yang lebih konservatif mungkin perlu tabungan lebih besar lagi untuk memenuhi rasa amannya.



Perencanaan investasi untuk mendukung perencanaan keuangan masa pensiun lebih kompleks dari perencanaan tabungan. Unsur penting yang perlu diperhatikan adalah besaran dana yang diinvestasikan dan besaran hasil investasi. Penilaian dan pemilihan sarana investasi tidak akan dibahas secara terinci pada tulisan ini, mengingat banyak yang perlu dijelaskan. Berapakah besaran investasi yang diperlukan oleh seseorang untuk mencukupi kebutuhan hidup dimasa pensiun.



Misalkan pada saat pensiun kita memerlukan pendapatan bulanan Rp. 10 juta per bulan berapakah nilai investasi yang diperlukan? Untuk mendapatkan pendapatan sebesar Rp. 10 juta perbulan diperlukan dana investasi Rp. 1 milyar dengan asumsi tingkat hasil investasi 12% per tahun atau 1 % perbulan. Angka tersebut belum memperhitungkan tingkat inflasi tahunan, apabila tingkat inflasi tahunan 8% pertahun maka hasil investasi harus lebih tinggi yaitu 20% per tahun agar kita tetap mendapatkan imbal hasil Rp.10 juta per bulan. Apabila kita tidak memperoleh kesempatan investasi yang lebih baik alias tingkat hasil investasi tetap 12% pertahun maka sekurang-kurangnya diperlukan dana investasi sebesar Rp. 2 milyar untuk mendapatkan imbal hasil RP. 10 juta. Bagaimana kalau kita ingin mempertahankan tingkat kehidupan saat ini dengan penghasilan Rp. 20 juta per bulan maka dana investasi yang diperlukan bisa mencapai Rp. 4 milyar pertahun dengan asumsi tingkat hasil investasi 12% dan inflasi 8 % pertahun. Perhitungan-perhitungan diatas sangat disederhanakan untuk mendapatkan perhitungan yang lebih akurat anda dapat menghubungi profesional perencana keuangan keluarga, sekaligus memperoleh nasihat bagaimana merencanakan keuangan yang baik untuk membiayai masa pensiun anda.



Apabila pekerja Perusahaan boanfid yang memberikan gaji tinggi dan sekarang masih aktif bekerja atau masih cukup lama akan pensiun anda dapa belajar dari senior-senior anda. Anda dapat belajar kepada senior yang berhasil menikmati masa pensiunnya dengan baik. Pada kesempatan yang lain belajarlah juga dari para senior yang mengalami masa pensiun dengan penuh kesulitan. Pada umumnya pekerja pada perusahaan bonafid memperoleh banyak kemudahan atau berkecukupan pada masa dinasnya melupakan perencanaan keuangan masa pensiunnya. Atau mungkin para pekerja tersebut telah berusaha mempersiapkan masa pensiunnya namun perhitungan yang tidak cermat menyebabkan perencanaan gagal dan lagi-lagi mengalami masa pensiun yang pahit. Janganlah masa pensiun anda menjadi taruhan segeralah buatlah rencana keuangan pensiun dengan baik, bila perlu mintakan bantuan profesional perencanaan keuangan atau certified financila planner untuk membuatkan perencanaan keuangan pensiun anda. Sedia payung sebelum hujan itulah kata bijak tetua kita. Ingat masa pensiun bisa 10 (sepuluh tahun), 20 tahun atau bahkan lebih lama dari 20 tahun, karenanya waspadalah!



Kapan waktu yang baik untuk memulai pelaksanaan persiapan keuangan masa pensiun anda? Kalau saat ini anda mempunyai waktu sepuluh tahun menjelang pensiun maka anda sudah cukup terlambat melakukan persiapan keuangan pensiun namun apabila ditunda lebih lama lagi maka kesulitan keuangan dimasa pensiun akan semakin menjadi nyata. Waktu yang terbaik mungkin adalah 5 tahun yang lalu atau 10 tahun yang lalu atau bahkan mungkin lebih dari 10 tahun yang lalu. Prinsipnya persiapan keuangan masa pensiun adalah semakin cepat semakin bagus, ikan sepat ikan gabus, makin cepat makin bagus, tunggu apa lagi, hati-hati jangan terlena dengan kondisi nyaman saat ini lihatlah senior-senior anda yang tidak merencanakan keuangan pensiunnya secara memadai.

Kamis, 21 Juli 2011

Pentingnya Memiliki Dana Cadangan

Anda tidak perlu malu jika merasa takut berinvestasi karena tidak ingin kehilangan uang Anda. Tidak peduli betapa seringnya Anda mendengar slogan-slogan investasi yang mengatakan bahwa setiap investasi pasti berisiko. Semakin tinggi risikonya semakin tinggi pula returnnya, dan begitu juga sebaliknya. Tidak apa-apa jika Anda takut kehilangan uang Anda, karena kita memang harus tetap menjamin keberadaan sejumlah harta tunai kita dengan aman. Namun menyimpannya di bawah bantal hanya untuk menghindari risiko investasi bukanlah cara yang terbaik, sebab banyak tempat yang lebih baik dalam menyimpan uang Anda.Tiap kali mendengar kata investasi mungkin seringkali yang terlintas dalam benak kita adalah the bulls and the bears. Istilah ini memang kedengarannya gagah sekali seperti nama hewan yang dipakainya. The bulls, seperti artinya dalam bahasa Indonesia adalah banteng. Tanduk banteng yang mencuat ke atas digunakan untuk menggambarkan situasi pasar yang sedang bergairah atau naik. Adapun the bears atau beruang, cara beruang yang membungkuk ke tanah saat berjalan, sehingga seringkali digunakan untuk menggambarkan situasi pasar yang sedang turun atau lesu. Nah…kalau the bulls and the bears adalah 2 istilah yang sangat populer dalam investasi di pasar modal, maka dalam perencanaan keuangan perorangan dan keluarga perilaku gagah-gagahan tadi sebaiknya diimbangi dengan satu istilah lagi yaitu the chickens atau si ayam.

Kalau Anda perhatikan gerak gerik seekor ayam yang kelihatan sekali penakutnya, maka cobalah Anda berdiri kurang lebih 2 meter darinya, kemudian tiba-tiba anda menghentakkan kaki dengan keras serta merta si ayam pasti lari terbirit-birit. Kalau Anda merasa seperti si ayam tadi saat berinvestasi, dan memilih ekstra hati-hati ketimbang berani tapi bisa mati seperti si kerbau atau beruang, maka bukan berarti Anda penakut. Karena penting sekali untuk berlaku seperti si ayam terhadap sejumlah uang kita, karena uang tersebut memang harus ada dalam genggaman Anda, tidak boleh hilang tidak boleh berkurang nilainya, tersimpan ditempat yang aman dan likuiditasnya tinggi. Inilah yang saya maksud dengan chicken money alias dana cadangan. Some money we can’t afford to lose.

MENGAPA DANA CADANGAN DIBUTUHKAN ?

Bayangkan jika semua uang Anda habis di belikan saham, diinvestasikan ke dalam property, digunakan untuk bisnis bagi hasil, dibelikan dolar, dipinjamkan dengan bunga tinggi. Sewaktu-waktu Anda membutuhkan sejumlah uang tunai dalam jumlah cukup besar untuk keperluan mendadak, bisa-bisa tidak tersedia dananya. Karena akan sulit menarik uang Anda jika sudah terlanjur digunakan untuk modal usaha, membutuhkan proses cukup lama juga untuk mengubah rumah menjadi uang tunai, bahkan kemungkinan besar bisa jumlahnya berkurang sebab harga jualnya jauh lebih rendah daripada harga belinya, seperti risiko yang bisa terjadi pada saham dan dolar.

Pertanyaan selanjutnya adalah keperluan mendadak seperti apa yang membutuhkan sejumlah dana tunai dengan segera ? Kita sudah tahu bahwa hidup tidak selalu berjalan mulus, sama saja tidak mulusnya dengan anggaran belanja yang sudah kita rencanakan namun sulit sekali dalam pelaksanaanya. Karena itu dana cadangan dibutuhkan untuk mengantisipasi kondisi-kondisi sebagai berikut :

1. Berbagai musibah yang bisa menimbulkan kerugian finansial bisa saja terjadi tanpa bisa diperkirakan kapan akan terjadinya. Musibah-musibah seperti sakit, kecelakaan mobil, kebakaran pada rumah, kematian adalah peristiwa-peristiwa yang seringkali bisa memaksa Anda untuk mengeluarkan sejumlah uang tunai dalam jumlah cukup besar secara mendadak. Semisalnyapun Anda telah mengcover kerugian-kerugian finansial yang terjadi akibat musibah tersebut dengan mengambil asuransi, tetap saja sejumlah dana tunai harus tersedia. Biaya berobat dan rawat inap di rumah sakit, membayar biaya perbaikan mobil, memperbaiki rumah akibat kebakaran, atau membayar biaya penguburan, biasanya harus di bayar dulu di depan. Pembayaran ini seringkali tidak bisa ditunda sampai proses reimburse atau klaim asuransi dan administrasinya selesai.
2. Tidak enaknya menjadi karyawan adalah kita bisa kehilangan pekerjaan karena Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK. Sayangnya PHK bisa terjadi pada siapa saja, tidak terkecuali Anda. Mungkin Anda akan mendapat pesangon, namun hanya cukup untuk beberapa bulan saja, padahal mencari pekerjaan tidak mudah. Itupun kalau dapat pesangon, kalau tidak keadaan bisa jadi lebih rumit lagi. Jika Anda seorang wirausaha, maka Anda pasti tahu bahwa bisnis bisa saja bangkrut dan penghasilan usaha terhenti. Untuk menghadapi situasi seperti ini maka diperlukan sejumlah dana cadangan uang tunai yang bisa mencukupi pengeluaran keluarga selama belum mendapatkan penghasilan kembali
3. Timbulnya pengeluaran tidak terencana seperti pemberian hadiah, sumbangan, liburan, atau pengeluaran yang sesekali saja terjadi dan sifatnya tidak rutin. Pengeluran ini seringkali juga tidak bisa diduga kapan akan terjadinya. Masalahnya penghasilan kita biasanya habis untuk pengeluaran yang rutin saja dan jarang sekali bisa mencadangkan untuk pengeluaran tidak rutin. Dengan adanya dana cadangan maka pengeluaran tidak rutin bisa dibayar tanpa harus mengganggu anggaran belanja bulanan.

Tidak peduli apakah kondisi keuangan Anda sudah stabil dengan karir yang baik dan gaji yang tinggi, apakah Anda sudah memasuki usia pensiun, atau jika Anda masih muda dan baru mulai berkarir, maka siapapun Anda dan bagaimanapun situasi keuangan Anda saat ini. Anda harus tetap memiliki sejumlah dana cadangan. Tujuan untuk membentuk dana cadangan ini adalah agar Anda tidak kesulitan untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya darurat atau emergency, membiayai pengeluran keluarga jika penghasilan keluarga terhenti tiba-tiba karena PHK, dan membiayai pengeluaran tidak rutin lainnya.Di mana menyimpan Dana Cadangan dan Berapa Besarnya ?Dana cadangan sebaiknya disimpan di tempat yang aman, mudah diambil dan tidak akan membuat dan kehilangan nilai pokok investasi. Misalnya seperti seperti tabungan, deposito berjangka, Reksa Dana Pasar Uang, obligasi pemerintah, Sertifikat Bank Indonesia, Namun, dengan tingkat suku bunga yang turun terus, orang seringkali tergoda untuk menempatkan dana cadangan ini ke dalam investasi berisiko tinggi, itulah sebabnya orang sulit membentuk dana cadangan. Berikut ini adalah beberapa faktor yang sebaiknya dipertimbangakan dalam memilih produk investasi yang tepat untuk dana cadangan Anda :

1. Perhatikan jangka waktunya. Simpanlah dana cadangan Anda hanya pada investasi dengan jangka waktu yang pendek saja, Pilih produk investasi yang memang diranacang khusus utnuk investasi jangka pendek maksimal satu tahun. Sebab begitu Anda menginvestasikannya pada produk invesatsi lebih dari satu tahun, maka dana cadangan Anda akan terpengaruh risiko pasar. Misalnya jika Anda membeli obligasi dengan jangka waktu 3 tahun dengan kupon bunga 7%, ternyata ditahun ke dua suku bunga obligasi dipasar raat-rata megalami kenaikan menjadi 9 %, akibatnya Anda rugi 2%. Kalaupun Anda ingin menjualnya mungkin harus didiscount, sebab orang tentunya lebih memilih obligasi dengan suku bunga yang lebih tinggi,
2. Perhatikan risiko kreditnya, Tabungan, deposito, SBI, dan obligasi pemerintah jangka waktu 3 bulan, mempunyai tingkat risiko gagal bayar yang rendah atau lebih baik daripada surat berharga yang dikeluarkan oleh suatu perushaan swasta yang seang bermasalah baik dalam bentuk commercial paper maupun obligasi dengan jangka waktu yang sama. Mereka bisanya menjanjikan tingkat suku bunga yang lebih tinggi, namun risikonya juga lebih tinggi,
3. Perhatikan biaya-biayanya. Menyimpan dana di bank mungkin paling rendah biaya administrasinya, namun harus diperhitungkan pula potongan pajaknya. Reksa Dana Pasar Uang dan produk pasar uang lainnya biasanya juga dikenakan biaya pembelian, penjualan kembali, managemet fee. Semakin rendah biayanya tentu semakin baik karena tidak akan mengurangi return investasi terlalu banyak.
4. Jumlah dana cadangan jangan terlalu kecil juga jangan terlalu besar. Jumlah yang ideal adalah sebesar 6 kali pengeluaran keluarga Anda perbulan. Jika pekerjaan maupun penghasilan Anda belum stabil maka sebaiknya jumlah dana cadangan yang dibentuk semakin besar misalnya 12 kali pengeluaran keluarga Anda perbulan. Suatu saat dana cadangan ini terpakai maka isilah kembali sampai targetnya tercapai, setelah target tercapai berhentilah. Begitu seterusnya

Berinvestasi untuk membentuk dana cadangan, memang tidak terlalu menarik, sebab tidak membuat Anda kaya, namun juga tidak membuat Anda miskin. Investasi dalam dana cadangan minimal tidak akan membuat anda kehilangan nilai pokok investasi Anda, tapi paling tidak pertumbuhan dalam dana cadangan bisa menyamai inflasi, bahkan kadang-kadang bisa juga diatas inflasi. Yang pasti investasi pada dana cadangan tidak membuat Anda sulit tidur. Ingat ! khusus untuk dana cadangan maka bukan return investasinya yang penting tetapi bagaimana agar simpanan kita bisa kembali utuh.

Mengapa Pensiun Perlu disiapkan?

Dengan ini saya hendak mengajak ANDA untuk membayangkan bagaimana ANDA akan menjalani hari-hari di masa pensiun nanti.

Bagaimana bentuk rumah tinggal ANDA di masa tua nanti? Apakah cukup rumah sederhana di lingkungan perdesaan yang jauh dari polusi kota? Atau menginginkan rumah yang besar yang bisa menampung anak dan cucu dan berlokasi di dekat sanak keluarga?

Bagaimana gaya hidup yang ANDA inginkan?Apakah ANDA ingin menghabiskan waktu untuk hobi seperti memancing, berkebun, golf, dan lain-lain?Atau ANDA suka berjalan-jalan ke luar negeri?Atau ANDA ingin menghabiskan waktu bersama keluarga, ingin bermain bersama cucu-cucu yang masih kecil?

Bagaimanapun juga kehidupan yang ANDA inginkan tentunya akan jauh lebih baik bila ANDA mandiri secara finansial. Artinya, ANDA memiliki uang yang cukup untuk membiayai kehidupan sendiri, tidak bergantung kepada anak, ataupun pihak-pihak lain.

Darimanakah penghasilan yang dapat ANDA gunakan untuk membiayai kehidupan yang ANDA inginkan di hari tua nanti? Dengan asumsi ANDA sudah tidak bekerja lagi, maka sudah tidak ada penghasilan dari gaji lagi.

Satu-satunya yang dapat ANDA andalkan nantinya adalah tabungan hari tua ANDA. Tabungan yang ANDA sisihkan setiap bulannya di masa muda,yang tujuannya adalah untuk dipergunakan di masa pensiun nanti.

Untuk itu ANDA memerlukan rencana keuangan.Rencana keuangan untuk hari tua. Di dalam rencana ini,ANDA menghitung berapa biaya yang akan dibutuhkan untuk kehidupan di hari tua nanti, dan dikalikan dengan faktor inflasi. Setelah itu ANDA memilih produk investasi apa yang sesuai dengan kepribadian ANDA.Dengan perkiraan besarnya return dari investasi tersebut,dan berapa tahun jangka waktu yang dapat dipergunakan untuk berinvestasi, ANDA dapat memperkirakan berapa jumlah uang yang perlu disisihkan setiap bulannya untuk hari tua nantinya.

Misalkan saja Tono sekarang berumur 45 tahun, dan hendak pensiun pada umur 55 tahun. Dengan perkiraan gaya hidup yang Tono inginkan nantinya, Tono akan membutuhkan biaya sebesar Rp. 3.000.000,- per bulannya. Dengan perkiraan faktor inflasi sebesar 10% per tahun, pada umur 55 tahun nantinya Tono akan membutuhkan uang sebesar Rp. 7.781.227,-per bulannya. Dengan perkiraan Tono hidup hingga umur 75 tahun, maka jumlah total uang yang Tono perlukan di sepanjang hari tuanya adalah 20 x 12 x Rp. 7.781.227,- atau Rp. 1.867.494.480. Artinya dalam waktu 10 tahun, Tono harus menginvestasikan uangnya hingga mencapai jumlah Rp. 1.867.494.480,- agar dapat hidup sesuai dengan gaya hidup yang dia mau. Untuk mencapai tujuan tersebut, Tono berinvestasi di reksa danasaham dengan rata-rata return 20% per tahun. Nah, dengan kalkulator finansial, Tono dapat memperhitungkan bahwa jumlah yang perlu diinvestasikan setiap bulannya adalah Rp. 1.238.170,- Dengan menginvestasikan uang sebesar Rp. 1.238.170,- per bulannya,maka pada umur 55 tahun nanti Tono dapat pensiun dengan gaya hidup yang diinginkannya. Uang yang diinvestasikan pada masa ini nantinya akan ditarik sebesar Rp. 7.781.227,- setiap bulannya untuk membayar biaya hidup Tono. Bagaimana dengan Anda, ANDA? Apakah Anda sudah merencanakan finansial untuk di masa pensiun nanti. Apabila belum, segeralah membuat rencana ANDA sekarang juga.ANDA dapat mencoba untuk menghitung kebutuhan dana pensiun yang Anda perlukan. Para pakar perencaan keuangan selalu mengatakan bahwa dalam perencanaan keuangan, waktu adalah teman kita. Semakin cepat kita membuat rencana keuangan, maka banyak waktu yang tersedia untuk mengembangkan nilai investasi kita, hingga akhirnya semakin kecil harga yang perlu kita bayar untuk mengimplementasikan rencana tersebut. Segeralah merencanakan hari tua ANDA, mulai dari saat ini juga!

Mengapa perlu persiapan dana pendidikan ?

Kita sering menanyakan kepada Anak-Anak Kita , Apakah Cita-cita mereka ?

Ada yang menjawab ingin menjadi Dokter, Insinyur, Pengacara, Arsitek bahkan ingin menjadi presiden.




Bagaimana rasanya jika Anak Anda tidak bisa meneruskan bersekolah ?Bagaimana rasanya apabila Anak Anda tidak bisa mencapai cita-cita yang diinginkannya ?Dan semuanya itu dikarenakan tidak ada biaya !!! Yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pendidikan untuk Anak Anda, adalah pertama-tama Anda harus menentukan kemana mereka mau disekolahkan ? Berapa besar biayanya ? Dan apakah anda sudah siap ???




Tahukah Anda berapa kenaikan inflasi rata-rata 10-15 tahun yang akan datang ? Berapa kenaikan rata-rata biaya pendidikan ?Rata-rata kenaikan biaya pendidikan hampir mencapai 2 x inflasi rata-rata ( 2 x 12% = 24% per tahun )Contoh :Jika biaya kuliah saat ini Rp 17.650.000/ thn , maka biaya total pendidikan selama 4 tahun menjadi Rp 70.000.000 ( Nilai saat ini ). Dengan asumsi inflasi 10% per tahun, maka biaya kuliah pada waktu 16 tahun kemudian akan menjadi Rp 392.530.162.





Mengapa perlu persiapan dana pendidikan ?
· Investasi untuk masa depan anak Anda .· Semakin sedikit lapangan pekerjaan , semakin banyak jumlah pencari kerja.· Jumlah sekolah tidak sebanding dengan jumlah murid yang mendaftar.· Biaya pendidikan yang SEMAKIN TINGGI.





Jenjang pendidikan saat ini :
· Pra-sekolah· Taman Kanak-Kanak Kecil / TK besar· Sekolah Dasar ( SD )· Sekolah Menengah Pertama ( SMP )· Sekolah Menengah Umum ( SMU )· Akademi· Diploma 3 ( D3 )· Sarjana Strata 1 ( S1 )· Sarjana Strata 2 ( S2 ), MM, MBA· Sarjana Strata 3 ( S3 ), PhD





Realitas
· Minimum pendidikan yang dibutuhkan untuk mencari pekerjaan kantoran di Indonesia saat ini adalah Akademi atau Diploma 3 (D3)· Lulusan baru ( fresh graduate ) Sarjana Strata 1 dalam negeri mempunyai potensi penghasilan lebih besar dari lulusan baru Akademi dan Diploma 3.· Lulusan baru ( fresh graduate ) Sarjana Strata 2 dalam negeri mempunyai potensi penghasilan lebih besar dari lulusan baru Strata 1.· Lulusan baru ( fresh graduate ) Sarjana Strata 1 luar negeri mempunyai daya saing dan daya jual lebih dalam mendapatkan pekerjaan dibandingkan lulusan S1 dalam negeri , kecuali S1 dari universitas unggulan.· Lulusan baru sarjana Strata 2 Luar negeri mempunyai potensi untuk duduk di Management , minimum level Assistant Manager.


Mempersiapkan Dana Pendidikan


1. Tentukan sampai sejauh mana anda ingin membiayai pendidikan anak.


2. Tentukan kira-kira kemana anda akan mengirimkan anak tersebut untuk masing-masing jenjang yang ingin anda biayai.


3. Untuk masa kuliah, tentukan apakah anda menginginkan mengirim anak kita untuk bersekolah ke luar negeri (biaya sekolah di luar negeri beberapa kali lebih mahal dari sekolah di dalam negeri).


4. Mengidentifikasi berapa besar biaya sekolah tersebut dalam nominal sekarang.


5. Tentukan berapa lama lagi anak-anak tersebut akan memasuki jenjang pendidikan yang ingin dibiayai (untuk pendidikan di luar negeri harus diperhitungkan biaya hidup)


6. Tentukan berapa besar rata-rata kenaikan biaya sekolah pertahun.


7. Seberapa besar tabungan pendidikan yang sudah dialokasikan.


8. Dapat diketahui berapa besar kekurangan yang dibutuhkan dan harus diinvestasikan menggunakan perhitungan.

Financial Check Up

Di bidang kesehatan, dokter menyarankan untuk secara berkala melakukan check-up. Mengapa? Karena dengan adanya check-up, kita dapat mendeteksi keberadaan penyakit-penyakit sejak dini. Dengan adanya deteksi lebih awal, kita dapat mengambil tindakan secepatnya dan mencegah kerugian lebih lanjut.

Sama halnya dengan keuangan. Anda juga disarankan untuk selalu melakukan check-up terhadap keuangan Anda. Check-up financial dapat membantu Anda dapat mendeteksi adanya kemungkinan “penyakit-penyakit keuangan”, seperti:
· Terlalu boros· Terlalu banyak hutang · Kekurangan uang tunai pada masa darurat · Kekurangan investasi untuk masa depan · Gejala kebankrutan

Dengan adanya deteksi dini, Anda dapat segera mengambil tindakan untuk mencegah kerugian lebih lanjut. Mencegah lebih baik daripada mengobati, bukan?

Finansial check-up akan sangat membantu mengidentifikasi kemungkinan gangguan keuangan pada keluarga secara dini. Dengan begitu Anda dapat mengambil tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaikinya.

Untuk itu dibutuhkan alat atau tools untuk melakukan check-up ini seperti halnya dokter dalam memeriksa kesehatan kita. Secara umum pemeriksaan kondisi keuangan dilakukan dengan menghitung rasio-rasio atau perbandingan-perbandingan tertentu dan menyimpulkan hasilnya. Ada tiga titik kritis yang wajib diperiksa:

1. Situasi seputar masa kini, diukur dengan likuiditas (ketersediaan uang tunai untuk membayar keperluan rutin dan keperluan mendesak).
2. Dampak keputusan hutang masa lalu, diukur dengan solvabilitas (kemampuan untuk membayar kewajiban hutang pada saat jatuh tempo).
3. Kondisi masa depan, diukur dengan rasio produktivitas aset dari hasil menabung atau berinvetasi.

Likuiditas Check-Up

Secara umum, semua keluarga akan memerlukan tingkat likuiditas tertentu untuk menjaga kemampuan membayar pengeluaran rutin mereka. Pemeriksaan tingkat likuiditas keuangan dapat dilakukan menggunakan rasio likuiditas, yang dapat dihitung dengan membandingkan antara aset likuid yang berupa uang tunai, tabungan dan deposito dengan kebutuhan rata-rata satu bulan. Sebagai contoh, misalkan jumlah uang tunai, tabungan dan deposito adalah Rp 5.000.000 dan jumlah pengeluaran bulanan Rp 3.000.000. Dari data ini, rasio likuiditas = 5.000.000 : 3.000.000 = 1,67. Rasio ini menunjukkan kemampuan aset likuid untuk menutup kebutuhan bulanan selama 1,67 bulan atau 1 bulan 20 hari.

Secara umum angka rasio yang disarankan antara 3 s/d 6 bulan (dana darurat). Rasio yang terlalu kecil bisa menyulitkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari, apalagi bila terjadi risiko yang dampaknya jangka pendek, seperti rumah rusak perlu perbaikan dan lain-lain.

Sebaliknya, rasio likuiditas yang terlalu besar, melebihi kebutuhan menyebabkan ketidakefisienan dalam mengelola aset. Aset berupa uang tunai tidak akan memberikan hasil yang maksimal malah menurun termakan inflasi. Rasio likuiditas terlalu besar akan menutup kemungkinan untuk memperoleh keuntungan investasi dari aset yang dimiliki. Dengan demikian, harus selalu diusahakan untuk menjaga likuiditas pada tingkat tertentu sesuai dengan keadaan keuangan dan pola kehidupan.

Hutang Check-Up

Selanjutnya check-up yang berkaitan dengan masalah hutang. Dalam bahasa keuangan masalah ini dikenal dengan istilah solvabilitas, yaitu kemampuan untuk membayar cicilan hutang pada saat jatuh tempo. Bagaimana cara mengukurnya? Cara mengukurnya adalah dengan menghitung rasio pembayaran hutang terhadap pendapatan.

Rasio pembayaran cicilan hutang dapat dipergunakan untuk mengukur tingkat kemampuan membayar kewajiban cicilan hutang dalam satu periode waktu, atau mengukur tingkat pengeluaran bagi pembayaran hutang. Cara menghitungnya adalah dengan membandingkan total cicilan hutang yang harus dibayar dalam periode waktu tertentu dengan total penghasilan dalam periode waktu yang sama.

Contoh, bila total kewajiban cicilan hutang yang harus dibayar dalam waktu satu tahun adalah Rp 18.500.000 sedangkan total pemasukan satu tahun Rp 73.000.000, sehingga rasio = 18.500.000 / 73.000.000 = 0,25.

Ini berarti 25 % penghasilan Anda telah teralokasikan untuk membayar hutang, atau dengan kata lain anda masih memiliki 75 % penghasilan untuk dikelola secara bebas. Rasio maksimum yang dianjurkan adalah sekitar 30%, lebih dari itu akan sangat menganggu pengeluaran anda. Sebaiknya pengambilan keputusan untuk berhutang selalu didasarkan pada arus kas riil, artinya pemasukan hanya diperhitungkan sebagai pendapatan apabila sudah benar-benar diterima. Sebagai contoh, bila dalam tahun ini Anda merencanakan menjual aset berupa tanah, pemasukan hanya bisa dicatat saat Anda telah menerima uang penjualan tersebut.

Produktivitas Aset Check-Up

Pengeluaran dari penghasilan setiap orang dapat dikelompokkan menjadi tiga pos utama, yaitu:

1. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
2. Untuk membayar hutang.
3. Untuk menabung dan berinvestasi.

Dua pos pengeluaran pertama telah kita bahas. Selanjutnya, mari kita lihat mengenai pos menabung dan berinvestasi. Membayar hutang berkaitan dengan keputusan keuangan masa lalu. Kebutuhan sehari-hari adalah masalah keuangan masa kini. Menabung dan berinvestasi adalah urusan untuk kepentingan masa depan.Tanpa adanya tabungan dan investasi, sebenarnya apa yang kita kerjakan hanya akan berjalan sampai masa kini saja, atau ekstrimnya, kita tidak memiliki masa depan (madesu = masa depan suram). Selama penghasilan masih mampu menutupi pengeluaran, dampak langsungnya belum dirasakan. Kebanyakan orang adalah seperti ini. Manakala terdapat gangguan terhadap penghasilan, kehidupan keuangan akan segera terganggu, yaitu mengalami defisit.Tanpa tabungan dan investasi, defisit ini tidak akan segera dapat ditutup, bahkan kemungkinan akan membesar dan membahayakan stabilitas keuangan. Tanpa surplus penghasilan, akan sangat sulit untuk melakukan perencanaan keuangan guna menjamin kondisi keuangan yang baik di masa depan, terlebih untuk jangka panjang.Untuk mengukur kekuatan menabung dan investasi digunakan rasio kekuatan menabung. Cara menghitungnya adalah dengan membandingkan jumlah uang yang ditabung untuk tujuan investasi dengan pendapatan.Sebagai contoh apabila jumlah tabungan dalam satu tahun Rp 8.000.000, sedangkan jumlah penghasilan tahunan Rp 73.000.000, maka rasio kekuatan menabung = 8.000.000 / 73.000.000 = 0,11 atau 11%. Mulailah menabung secara regular minimal 10% dari penghasilan bersih bulanan.Ada satu alat atau rasio lagi yang bisa membantu kita untuk melihat kekuatan investasi dalam menopang keuangan keluarga melalui rasio aset investasi dengan kekayaan bersih. Rasio kekuatan investasi menggambarkan tingkat ketergantungan kekayaan terhadap hasil investasi. Rasio ini dihitung dengan cara membandingkan pendapatan dari aset investasi dengan kekayaan bersih (aset – kewajiban).Contoh, apabila total aset Rp. 430.000.000 dan total hutang adalah Rp 150.000.000 dan pendapatan aset investasi (bisa berupa bunga, dividen, sewa property dan lain-lain) Rp 3.000.000, maka rasio kekuatan investasi = 3.000.000 / ( 430.000.000 – 150.000.000) = 0,01. Artinya hanya 1% kekayaan anda diperoleh melalui investasi, sehingga ketergantungan pada pendapatan di luar investasi, biasanya berupa gaji, sangat dominan. Semakin besar rasio ini akan semakin bagus. Bila telah mendekati angka 1 atau melampauinya, praktis anda tidak perlu bekerja lagi, karena penghasilan dari investasi telah mencukupi seluruh kebutuhan anda. Inilah tujuan masa pensiun yang diidam-idamkan oleh setiap orang, hidup berkecukupan dari hasil investasi yang kita miliki.

Rabu, 13 Juli 2011

Prudential, We Are Number One Lyrics

We all share the same destination
We all work together as one
In this place there’s only one vision
And that’s to be the NUMBER ONE

We all have the right combination
Care and quality there’s no compromise
Doing the very best will be our mission
It’s something that we need to realize
It’s something very special in our eyes

We are PRUDENTIAL
Our values mean a lot
We are the people
Who’ll give it all we’ve got
With a sunny disposition
We can overcome the odds
Yes we have a valid reason to believe
We are NUMBER ONE

Take one more step
Reach out for excellence
We’ll do whatever it takes to touch the sky
And we’ll help each other reach our aspiration
We know that we can do it if we strive

We are Prudential
Our values mean a lot
We are the people
Who’ll give it all we’ve got
With a sunny disposition
We can overcome the odds
Yes we have a valid reason to believe
We are NUMBER ONE

We are NUMBER ONE
We are NUMBER ONE

Selasa, 05 Juli 2011

Belajar Menjadi Kaya Bersama Safir Senduk


Buku Safir Senduk yang berjudul “Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya?” ini menitikberatkan pada pentingnya Money Management yang menitikberatkan pada dua point utama : Saving dan Investment. Lima kiat yang ditekankan oleh Mas Safir adalah :



1. Beli dan Miliki Sebanyak Mungkin Harta Produktif

Harta produktif adalah harta yang memberikan penghasilan pasif bagi kita. Apa artinya ? Meskipun Anda bukanlah seorang pengusaha, Anda harus belajar untuk menjadikan harta Anda sebagai aset yang bekerja untuk Anda. Menjadi kaya tidak harus berpenghasilan besar, kata Safir Senduk. Menjadi kaya adalah permasalahan mengelola harta Anda dan menjadikannya sebagai aset yang bekerja, berapapun penghasilan Anda. Salah satu caranya adalah dengan melakukan saving dan menjadikan harta Anda sebagai aset / investasi bisnis.

Catatan : jika Anda adalah muslim yang baik, maka pertimbangkan kembali bermain saham (Reksadana) sesuai dengan kaidah halal dan haram. Pikirkan kembali, apakah bermain saham sama dengan judi ? Silahkan merujuk kepada Al Qur’an dan Sunnah.



2. Atur Pos Pengeluaran

Catat seluruh pos pengeluaran. Bedakan dan kualifikasikan pos pengeluaran menjadi biaya hidup, cicilan utang dan premi asuransi (jika punya). Urutan yang harus Anda penuhi terlebih dahulu justru : cicilan utang, premi asuransi, baru biaya hidup. Mengapa ? Silahkan baca bukunya.



3. Hati-hati dengan Utang

Di dalam Islam, utang bisa mencegah tertundanya pahala syahid seorang syuhada. Dari sini seseorang harus benar-benar paham, utang harus dilakukan secara hati-hati dan penuh dengan pertimbangan dan perhitungan. Mas Safir akan memberikan tips-tips sederhana untuk behati-hati melakukan utang.



4. Sisihkan Pos Pengeluaran Masa Depan

Jangan berpikir terlalu sederhana menghadapi pos pengeluaran. Pastikan Anda tidak melewatkan pos-pos pokok berikut, bila Anda memang menghargai kerja keras Anda selama ini :

- Pendidikan Anak

- Pensiun

- Properti (rumah)

- Bisnis

- Liburan dan perjalanan ibadah



5. Miliki Proteksi

Asuransi adalah hal yang kurang lazim, umumnya di kalangan warga kota menengah dan kecil. Mas Safir memberikan gambaran yang cukup sederhana mengapa perlu proteksi terhadap aset yang kita miliki. Sebuah pilihan saja, tapi menarik untuk dikaji.



Nah, silahkan membaca isi buku ini lebih lanjut. Harapannya, kita tidak mudah mengeluh dengan kadar rizki dari Allah SWT. Amiin

Anda ingin baca bukunya, klik di sini.

Urgensi Pendidikan Kewirausahaan


Modal utama seorang entrepreneur bukanlah uang, melainkan kreativitas. Tanpa kreativitas, syarat utama seorang calon entrepreneur, yang ada bukanlah entrepreneur sejati, melainkan pedagang.





KOMPAS.com - Pengembangan entrepreneurship (kewirausahaan) adalah kunci kemajuan. Mengapa? Itulah cara mengurangi jumlah penganggur, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan keterpurukan ekonomis. Lebih jauh lagi dan politis, meningkatkan harkat sebagai bangsa yang mandiri dan bermartabat.

Dalam ranah pendidikan, persoalannya menyangkut bagaimana dikembangkan praksis pendidikan yang tidak hanya menghasilkan manusia terampil dari sisi ulah intelektual, tetapi juga praksis pendidikan yang inspiratif-pragmatis.

Praksis pendidikan, lewat kurikulum, sistem dan penyelenggaraannya harus serba terbuka, eksploratif, dan membebaskan. Tidak hanya praksis pendidikan yang link and match (tanggem), yang lulusannya siap memasuki lapangan kerja, tetapi juga siap menciptakan lapangan kerja.

Panelis Agus Bastian menangkap gejala yang berkebalikan di lingkungan terdekatnya, Kota Yogyakarta. Di satu sisi bermunculan banyak entrepreneur muda yang kreatif. Mereka jeli menangkap peluang menjawab kebutuhan komunitas kampus. Misalnya bisnis refil tinta, merakit komputer, jual beli buku, cuci kiloan, melukis sepatu—sebelumnya tentu saja yang sudah lama melukis kaus—sama seperti rekan-rekan mereka di kota lain, seperti Bandung.

Sebaliknya, pada saat yang sama, rekan-rekan mereka berebut tempat meraih kursi pegawai negeri. Ribuan anak muda terdidik berdesakan antre mendaftar, mengikuti ujian saringan, bahkan ada yang perlu merogoh kocek ratusan ribu untuk pelicin.

Ditarik dalam konteks nasional, pengamatan Bastian itulah miniatur kondisi ketenagakerjaan Indonesia, lebih jauh lagi potret lemahnya jiwa kewirausahaan. Misalnya, bahkan untuk sarjana yang relatif potensial terserap di lapangan kerja pun, sampai pertengahan tahun lalu 70 persen dari 6.000 sarjana pertanian lulusan 58 perguruan tinggi di Indonesia menganggur. Merekalah bagian dari 9,43 juta atau 8,46 persen jumlah penduduk pada Februari 2008.

Tidak imbangnya jumlah pelamar kerja dan lowongan kerja, gejalanya merata di seluruh pelosok—bahkan jumlah penganggur terdidik semakin membesar—menunjukkan kecilnya jiwa kewirausahaan. Para lulusan lebih tampil sebagai pencari kerja dan belum sebagai pencipta lapangan kerja.

Tidak terserapnya lulusan pendidikan ke lapangan kerja memang tidak sepenuhnya disebabkan faktor tak adanya jiwa kewirausahaan. Banyak faktor lain menjadi penyebab. Meskipun demikian, tampaknya faktor dan tantangan terpenting adalah bagaimana institusi pendidikan berhasil membentuk atau menanamkan semangat, jiwa, dan sikap kewirausahaan.

Sebagai disiplin ilmu, kewirausahaan bisa diajarkan lewat sistem terstruktur, salah satu hasil penting dan utama praksis pendidikan. Lembaga pendidikan tidak dapat memberikan pekerjaan, tetapi bisa memastikan agar hasil didik mampu menciptakan pekerjaan.

Mengutip Peter F Drucker, pakar manajemen yang kondang pada tahun 1990-an, kewirausahaan itu bukan bimsalabim, apalagi berurusan dengan keturunan. Singapura dengan memiliki 4 persen wirausaha dari total penduduknya, sementara Indonesia baru 0,18 persen dari total sekitar 225 juta penduduk, bukan karena mayoritas penduduknya beretnis China dan Indonesia mayoritas Jawa. Ketimpangan itu disebabkan kurang terselenggaranya praksis pendidikan yang membuka ke arah kreativitas dan temuan-temuan bersama.

Inisiatif pada tahun 2010 ini Kementerian Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mengalokasikan dana Rp 50 miliar untuk mencetak 10.000 sarjana wirausaha perlu dihargai. Proyek itu menambah adrenalin Kementerian Pendidikan Nasional yang lama terengah-engah dengan masalah-masalah teknis dan sistem.

Dana UKM itu digunakan untuk pemberdayaan sarjana di bawah usia 30 tahun yang masih menganggur. Sejak digulirkan Desember 2009 dan telah disosialisasikan ke sembilan provinsi, program ini diikuti 4.525 sarjana dan akan berlangsung sampai tahun 2014 dengan target tahunan tercipta 10.000 atau seluruhnya 50.000 wirausaha baru hingga tahun 2014.

Memang terlambat, sebab justru kewirausahaan seharusnya ditanamkan sejak di jenjang pendidikan anak usia dini dan bukan dicangkokkan setelah lulus. Namun, tak ada kata terlambat untuk suatu perbaikan. Program ini merupakan bagian dari upaya memperbesar jumlah wirausaha Indonesia.

Tercatat jumlah 48 juta wirausaha Indonesia, tetapi yang benar-benar wirausahawan sejati sebenarnya hanya 0,1 persen atau sekitar 400.000 orang. Minimal dari jumlah total penduduk, setidaknya Indonesia harus memiliki 2 persen dari jumlah itu. Upaya itu sejalan dengan ”impian” Ciputra, salah satu entrepreneur Indonesia yang obses, bahwa pada 25 tahun lagi lahir 4 juta entrepreneur Indonesia.

Relatif barang baru

Kewirausahaan memang masih merupakan barang baru untuk Indonesia, sementara AS sudah mengenalnya sejak 30 tahun lalu dan Eropa 6-7 tahun lalu. Munculnya entrepreneur sebagai hasil lembaga pendidikan dan buah learning by doing masih ada perbedaan persepsi. Ada yang berpendapat jiwa kewirausahaan tidak harus dihasilkan dari lembaga pendidikan, ada pendapat lain bisa dilakukan tidak lewat proses yang direncanakan.

Menurut panelis Agus Bastian, entrepreneur dan kemudian politisi yang merasa sebagai entrepreneur lahir dari jalanan, yakin kewirausahaan bisa dihasilkan juga dari semangat mengambil risiko tanpa takut, bukan lewat pendidikan khusus kewirausahaan atau manajemen. Modal utama seorang entrepreneur bukanlah uang, melainkan kreativitas. Tanpa kreativitas, syarat utama seorang calon entrepreneur, yang ada bukanlah entrepreneur sejati, melainkan pedagang.

Keyakinan Agus didukung panelis Agung Waluyo. Seorang entrepreneur jadi dari sosok seorang pedagang atau juragan. Sebab, kewirausahaan menawarkan dan menciptakan nilai, sementara jiwa dagang hanya menawarkan alternatif.

Ada contoh, seorang sarjana lulusan UGM menciptakan nilai mau membantu yang sama-sama jadi korban gempa bulan Mei 2006. Dia buat desain pakaian Muslim. Dia tawarkan lewat internet atas mentoring langsung Ciputra.

Usahanya berkembang, bahkan sekarang sudah merambah mancanegara di tiga benua besar, sampai akhirnya dia merasa tak sanggup lagi melayani permintaan pasar. Tetapi, ia sudah menciptakan nilai untuk desanya, menciptakan lapangan kerja baru.

Contoh kasus itu menunjukkan, sikap menolong orang lain diwujudkan untuk orang lain. Nilainya bukan hanya miliknya sendiri, tetapi milik orang lain juga. Yang dia lakukan adalah menginspirasikan generasi muda bahwa mereka bisa menjadi berkah bagi masyarakat. Sosok sarjana lulusan UGM di atas mirip jiwa kewirausahaan Mangunwijaya, terutama dalam konteks menciptakan nilai untuk orang lain (social entrepreneurship, kewirausahaan sosial).

Selain Kementerian Urusan Koperasi dan UKM, Kementerian Pendidikan Nasional yang bertanggung jawab dalam urusan pendidikan perlu diakui belum lama tanggap. Walaupun masih terengah-engah bergulat dengan soal-soal teknis, bekerja sama dengan lembaga penggiat wiraswasta seperti Ciputra Entrepreneurship Center, Kementerian Pendidikan Nasional melakukan upaya membangun jiwa kewirausahaan. Dilakukan dengan membenahi kurikulum berbasis komunitas, memperbaiki praksis pendidikan di sekolah kejuruan dan tinggi, sampai pada pengarbitan calon-calon entrepreneur yang dicangkokkan di lembaga pendidikan tinggi.

Banyaknya industri kreatif yang dihasilkan bangsa ini menunjukkan sebenarnya bangsa ini kreatif. Tetapi, mengapa kekayaan alam dan kekayaan budaya dengan segala keragamannya itu tidak dimanfaatkan untuk ekonomi?

Karena kita tidak kreatif. Karena kita tidak punya jiwa kewirausahaan—yang dengan gampang terbelokkan karena sejak awal pun bangsa ini terbelenggu tidak dibesarkan dalam budaya wirausaha. Melalui kewirausahaan sebenarnya anugerah alam raya Indonesia bisa dimanfaatkan untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa.

Gerakan nasional

Masalahnya, apakah yang perlu dipelajari generasi muda mengembangkan jiwa kewirausahaan? Kepercayaan diri menjadi modal utama, selain sikap dan kemauan terus menemukan yang baru tanpa kenal risiko.

Kewirausahaan membuat orang yang berhasrat besar terhadap sesuatu menjadi mandiri secara finansial dan berkontribusi untuk masyarakat. Dia melatih keterampilan, know-how, dan tindakan yang menghasilkan ide-ide dan inovasi, meyakinkan orang lain untuk menolong dan bekerja dalam sebuah tim, menerjemahkan ide menjadi kenyataan, dan mendirikan perusahaan.

Dalam konteks Indonesia, dengan kecilnya jumlah entrepreneur, kewirausahaan menjadi keharusan. Dialah kunci kemajuan. Dunia membutuhkan solusi masalah yang bisa mewujudkan impian jadi kenyataan, dilandasi ambisi dan keberanian mengambil risiko secara cerdas.

Menanamkan jiwa kewirausahaan perlu dimulai dini dalam praksis pendidikan mengusung kebebasan, sebagai contoh SD Mangunan di Sleman dan Sanggar Anak Alam di Bantul. Masih banyak yang lain, yang umumnya kembali pada dasar paling mendasar dari praksis pendidikan, yakni praksis pembelajaran yang membebaskan yang kadang direcoki dengan pendekatan teknis dan persoalan remeh-temeh mengganggu seperti kasus ujian nasional atau UU Badan Hukum Pendidikan.

Dibutuhkan satu gerakan nasional, semacam Gerakan Kewirausahaan berbasis komunitas untuk melahirkan UKM-UKM baru di satu pihak, sekaligus praksis pendidikan yang berorientasi pada pendidikan yang membebaskan di atas habitat masyarakat yang kondusif positif menyangkut 3 L (lahir, lingkungan, latihan). Gerakan baru itu dirumuskan oleh Ciputra sebagai Gerakan Budaya Wirausaha yang melibatkan pemerintah, akademisi, bisnis, dan sosok-sosok sosial.

Itulah tantangan urgen-mendesak Indonesia yang seharusnya menjadi batu penjuru dan batu sendi praksis pendidikan; dan sebaliknya menjauhkannya dari keterjebakan ”kekeliruan yang satu ke kekeliruan yang lain” yang bersifat teknis-metodis-yuridis.

Safir Senduk: Sepuluh Kiat Sukses Penulis Best Seller


Dalam dunia perencanaan keuangan, nama Safir Senduk sangatlah dikenal. Barangkali, dialah orang pertama yang mempopulerkan istilah perencanaan keuangan. Bahkan mungkin, dia pula yang pertama kali berani mendeklarasikan diri sebagai seorang perencana keuangan profesional. Dan Safir memang cukup berhasil di lapangan jasa profesional yang terbilang masih merupakan barang baru bagi publik Tanah Air itu.

Namun, sukses pendiri Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk & Rekan ini (berdiri 1998), tidak sebatas pada bidang konsultasi keuangan. Lebih dari itu, Safir juga dikenal sebagai kolomnis di berbagai media massa dan penulis buku-buku perencanaan keuangan praktis. Bahkan dua buku terakhir yang dia tulis—Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya? dan Buka Usaha Nggak Kaya, Percuma!—disambut antusias oleh khalayak sehingga telah mengukuhkan dirinya sebagai seorang penulis buku best seller. Yang pertama terbit Desember 2005 dan hingga sekarang sudah laku sekitar 30.000 eksemplar. Sementara buku kedua yang terbit akhir Juni 2006 lalu kini sudah terjual hingga 13.000 eksemplar! Untuk buku-buku kategori nonfiksi, maka angka-angka penjualan sebesar ini jelas lumayan sekali.

Hingga sekarang, tak kurang sudah delapan buku dihasilkan oleh Safir. Rata-rata karyanya disambut baik oleh pasar. Awalnya, alumnus STIE IBMI Jakarta dan belajar ilmu perencanaan keuangan keluarga secara otodidak ini mengaku menulis untuk mendongkrak brand layanan jasa konsultansi yang didirikannya. Namun, belakangan setelah dia merasa brand-nya cukup kuat, Safir mengaku lebih suka menulis karena idealisme, yaitu untuk berbagi pengetahuan dan mendidik masyarakat soal kemelekan finansial.

“Bila seorang penulis menulis untuk idealisme—untuk memberikan sesuatu berupa edukasi kepada pembaca—ini berarti dia sudah mencapai level tertinggi dalam menulis,” kata Safir kepada Edy Zaqeus dari Pembelajar.com. Berikut petikan wawancara dengan Safir Senduk menyangkut proses kreatif dan berbagai kiat kepenulisan:

Secara garis besar, apa gagasan utama buku terbaru Anda?
Gagasan utamanya, seorang pengusaha tetap perlu tahu bagaimana cara yang baik mengelola uangnya. Ini agar mereka bisa jadi kaya dan sejahtera. Caranya, dengan memisahkan keuangan usaha dan keuangan pribadi, mengendalikan pemasukan dan pengeluaran, memiliki proteksi, memiliki investasi lain selain usaha, dan melakukan analisa sebelum membuka usaha baru.

Mengapa tergerak untuk menulis tema ini?
Karena saya melihat anggapan yang terjadi selama ini di masyarakat, bahwa untuk menjadi kaya dan sejahtera hanya bisa dicapai dengan membuka usaha. Padahal, membuka usaha tidak otomatis bikin kita kaya dan sejahtera. Karena, untuk jadi kaya dan sejahtera sangat bergantung pada bagaimana kita mengelola uang yang kita dapat dari pekerjaan atau dari usaha kita.

Apa benar bahwa tak sedikit pengusaha yang kurang memahami cara pengelolaan uang yang baik?
Wah, benar itu! Ada banyak pengusaha yang walaupun menguasai bagaimana cara berbisnis, tapi mereka sama sekali buta tentang bagaimana mengelola dan mengembangkan uang mereka. Akhirnya, satu-satunya sumber pendapatan mereka adalah hanya dari usaha. Tapi, investasi mereka di tempat lain nggak ada. Atau kalaupun ada, hasilnya memble.

Sejauh ini, bagaimana tanggapan pasar?
Alhamdulillah baik. Saya bersyukur masyarakat bisa menerima buku ini. Ketika berencana menulis buku ini, beberapa orang di penerbit saya bilang bahwa buku ini tidak akan selaris buku saya sebelumnya Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya?. Alasannya, mayoritas masyarakat Indonesia—terutama di perkotaan sebagai pembaca buku terbesar—adalah karyawan. Bukan wiraswasta. Tetapi menurut saya, apa pun topik buku itu, selama kita bisa mengemas, melakukan program promosi dan pemasaran yang baik, buku itu pasti akan laku. Itu terbukti! Selama Juli 2006 kemarin, buku ini menempati peringkat ketiga untuk kategori Buku Panduan—dimuat di Kompas 19 Juli 2006—bersamaan dengan buku saya sebelumnya yang menduduki peringkat kelima. Punya dua judul buku yang muncul bersamaan dalam daftar buku laris adalah satu pencapaian yang buat saya tidak bisa digantikan dengan uang berapapun jumlahnya.

Anda terbilang sebagai praktisi dan penulis buku perencanaan keuangan yang produktif. Dari mana dapat ide penulisan buku-buku tersebut?
Saya adalah seorang praktisi perencana keuangan. Ide-ide topik saya dapatkan dari banyak bergaul dengan klien, peserta di seminar maupun membaca di media massa. Di situ saya mencoba membuka mata dan telinga tentang apa yang sebenarnya menjadi anggapan di masyarakat tentang suatu hal. Dan—kalau memang ada argumennya—saya coba untuk membantahnya. Di buku Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya? misalnya. Muncul dari pengamatan saya terhadap adanya anggapan bahwa kalau terus jadi karyawan akan sulit kaya. Dengan menulis buku yang sifatnya berlawanan dengan anggapan masyarakat, biasanya akan jadi lebih mudah untuk menarik perhatian pasar.

Punya pengalaman yang unik terkait dengan buku yang Anda tulis?
Buku Buka Usaha Nggak Kaya? Percuma…! sempat mau saya kasih judul “Buka Usaha Belum Tentu Bikin Kaya…”. Judul itu sudah ada di pikiran saya selama berbulan-bulan sebelum akhirnya penerbit saya dengan santainya bilang: “Kalau bisa judulnya yang lebih positif lagi deh…”. Hmm, kecewa sekali saya. Ya, iyalah! Judul itu sudah lama ada di kepala saya. Eh… penerbitnya nggak suka. Ya sudah, akhirnya ganti dengan judul yang sekarang. Dan, buku ini saya buat dengan penuh perjuangan. Gimana nggak penuh perjuangan? Nyari waktunya itu yang susah. Seminggu bisa 3-4 kali seminar. Belum lagi ngomong di radio. Nulis di media massa. Karena itu saya selalu menetapkan deadline di buku agenda saya, bahwa bab ini harus selesai di tanggal sekian, dan bab itu harus selesai di tanggal sekian. Ngikutinnya? Berat sekali. Tapi alhamdulillah bisa.

Di antara buku-buku yang Anda tulis, buku mana saja yang paling bagus penjualannya?
Siapa Bilang Jadi Karyawan Nggak Bisa Kaya? terbit Desember 2005. Sudah laku sekitar 30.000 eksemplar sampai saat ini. Disusul Buka Usaha Nggak Kaya? Percuma…! yang terbit akhir Juni 2006. Sampai saat ini laku 13.000 eksemplar!

Dari mana Anda belajar menulis dulu?
Otodidak. Ada turunannya juga kali. Dulu almarhum ibu saya rajin sekali membaca. Apa pun juga dia baca. Buku apalagi. Setiap kali selesai membaca buku, beliau suka menulis kesimpulannya di atas kertas. Selain itu, karena ayah saya bekerja di sebuah bank milik pemerintah dan memegang posisi pimpinan, ibu saya aktif di Dharma Wanita-nya. Otomatis ibu saya harus sering kasih pidato di depan ibu-ibu Dharma Wanita lainnya. Sebelum memberi pidato, ibu saya menyiapkan pidatonya dengan menuliskannya terlebih dulu. Jadi, mungkin ada turunannya juga.

Jadi karena turunan dan bukan latihan…?
Tapi menurut saya, yang paling penting dalam belajar menulis adalah praktik, praktik, dan praktik. Jujur saja, dulu tulisan-tulisan pertama saya di sebuah majalah, kalau saya baca lagi sekarang, aduh jeleknya…! Nggak teratur, nggak runtut, dan seringkali bahasanya terlalu susah. Tapi, dengan terus mengulang dan mengulang, kita akan bisa menemukan bentuk sendiri dalam menulis. Menurut saya, menulis adalah salah satu bentuk komunikasi dalam mempengaruhi orang lain agar orang mengikuti cara berpikir kita.

Kalau ilmu perencanaan keuangan, dari mana Anda belajar?
Belajar sendiri. Selama empat tahun saya seperti kuliah sendiri dengan belajar dari berbagai macam buku yang saya beli dari dalam maupun luar negeri. Jangan salah, belajar otodidak itu justru seringkali malah lebih susah daripada belajar dengan mentor. Karena, proses otodidak biasanya harus melalui trial and error yang cukup banyak. Sementara belajar melalui mentor seringkali sudah lebih enak karena nggak perlu banyak mengalami error-nya. Jadi, beruntunglah mereka yang sekarang belajar perencanaan keuangan karena sudah ada mentornya.

Anda termasuk praktisi yang berhasil mem-brand diri sebagai seorang financial planner melalui tulisan. Apa memang sejak awal Anda memaksudkan tulisan untuk tujuan ini?
Jujur, iya. Ceritanya, ketika tahun 1998 saya membuka Biro Perencanaan Keuangan Safir Senduk & Rekan, saya pikir orang otomatis akan datang dan menjadi klien. Dengan pasang plang, pasang kartu nama, orang akan otomatis jadi klien. Eh, tunggu punya tunggu, kok klien nggak datang-datang. Mulailah saya melakukan pemasaran dengan melakukan cold call. Telepon prospek. Setiap pagi saya telepon sekitar sepuluh prospek. Dari sepuluh orang yang saya telepon, sekitar tiga sampai empat orang yang mau ketemu. Lalu, sekitar satu dari delapan orang yang saya temui akhirnya menjadi klien. Itu terus yang saya lakukan setiap hari.

Terus saya pikir, supaya saya nggak terus menerus telepon, saya coba melakukan promosi jangka panjang supaya nanti oranglah yang datang ke saya, bukan saya yang mencari mereka. Akhirnya, saya mulai menulis. Tulisan pertama saya muncul di majalah Tiara tahun 1998 dalam bentuk rubrik yang namanya Tips Uang. Dan seterusnya. Disusul dengan tulisan di majalah-majalah lain. Akhirnya betul, lama-lama orang jadi tahu nama saya, dan merekalah yang akhirnya datang ke saya. Jadi, ya sejak awal menulis, tujuan saya memang untuk branding.
Tapi jujur, ketika brand itu sudah didapat sejak beberapa tahun lalu, tujuan saya menulis berubah yaitu untuk idealisme. Orang Indonesia harus mendapatkan edukasi tentang bagaimana cara yang baik dalam mengelola keuangan. Saya pikir, sah-sah saja kita menulis untuk tujuan bisnis, yaitu untuk branding. Tapi, saya pikir menulis untuk idealisme berupa edukasi akan jauh lebih mulia. Saya bukan orang suci. Tapi, dengan menulis untuk tujuan idealisme, saya pikir itu akan lebih fair buat pembaca. Karena, si penulis akan jadi lebih tulus dan netral dalam menulis, bukan karena ingin menjual atau memasarkan dirinya sendiri.

Anda setuju bahwa tulisan atau buku merupakan cara ampuh untuk menciptakan personal brand?
Setuju banget! Ada banyak buktinya. Tentu saja, buku dan artikel di media massa punya kekuatan dan kelemahannya sendiri-sendiri. Artikel di media massa mungkin bisa menjangkau lebih banyak pembaca, tapi umurnya lebih pendek. Ketika saya menulis di sebuah tabloid mingguan dengan topik Kiat Mempersiapkan Masa Pensiun misalnya, memang banyak yang baca dan suka dengan topik itu. Tapi, umurnya cuma seminggu karena minggu depannya tabloid itu sudah terbit lagi yang baru. Untung saya nulisnya tiap minggu. Sementara kalau buku, pembacanya mungkin tidak sebanyak pembaca artikel di media massa. Tapi umurnya lebih panjang. Bisa beberapa bulan, sebelum akhirnya ada judul buku lain lagi yang menarik perhatian pembaca.
Tapi begini, sebuah tulisan bisa menciptakan personal brand tertentu. Asal, menurut saya, tulisan itu memiliki konsep yang betul-betul bisa diterima oleh pembaca. Dan, yang paling penting, tulisan itu menarik. Jangan lupa, konsisten pada satu topik. Saya pernah melihat ada orang yang—mungkin karena pinter banget—menulis tentang perencanaan keuangan, tapi juga menulis tentang bisnis dan ekonomi. Secara topik mungkin dia menguasai. Tapi secara marketing, itu bunuh diri. Jadi, dalam menulis, cobalah konsisten. Saya—biarpun bisa main golf misalnya—nggak akan mau nulis tentang golf, sampai kapan pun, karena itu bisa berbahaya bagi positioning saya.

Bagaimana dengan potensi pasar buku keuangan populer dan kewirausahaan sekarang ini?
Saya percaya bahwa topik buku apa pun—termasuk buku keuangan populer dan wirausaha—kalau dipasarkan dengan baik, tetap bisa laku. Jujur saja, sekarang ada banyak sekali buku keuangan populer dan kewirausahaan yang nggak laku di pasar. Kenapa? Macam-macam! Mungkin karena topiknya terlalu akademis. Mungkin karena bahasanya terlalu teoritis, dan sebagainya. Kalau reputasi pengarang? Eit…, jangan salah! Siapa nama pengarang nggak ngejamin bukunya bisa laku, lho. Jujur saja, bukan berarti nama saya Safir Senduk maka saya bisa sembarangan bikin buku perencanaan keuangan. Buku saya bisa laku lebih karena adanya pemilihan topik, kemasan, dan proses promosi yang panjang. Bukan karena nama saya Safir Senduk. Jadi, semua orang punya kesempatan yang sama untuk bikin buku perencanaan keuangan yang laku.

Ada kiat-kiat supaya berhasil nembus pasar?
Saya kasih kiatnya ya. Pertama, jangan melulu berkutat di topik-topik yang sudah basi. Contoh: “Kalau Mau Kaya? Buka Usaha Dong…!”. Waduh, itu basi banget! Udah berulang-ulang kali dibahas orang. Lewatin saja topik begitu.

Kedua, sesuaikan gaya bahasa dengan pasar yang ingin dituju. Lha, kalau bukunya adalah buku populer, jangan pakai gaya bahasa yang teoritis. Nanti orang cepet ngantuk.
Ketiga, nggak usah terlalu tebal. Kalau bukunya buku populer, biasanya orang nggak begitu suka kalau tebal.
Keempat, minta testimoni untuk ditaruh di belakang buku. Cuma kalau pakai testimoni, kalau bukunya buku populer, nggak usahlah minta testimoni dari orang-orang yang buat sebagian orang ‘ketinggian’. Contoh, saya pernah melihat buku keuangan populer, tapi testimoninya dari orang DPR-lah, menteri inilah, rektor itulah, dan sebagainya. Ketinggian! Nanti orang takut untuk baca.

Kelima, jangan hanya kenalkan diri lewat buku. Miliki juga channel distribusi lain seperti menulis artikel di media massa. Miliki website, kalau perlu dengan nama domain sendiri. Miliki juga nama email dengan domain sendiri, bukan yang gratisan kayak yahoo atau hotmail.
Keenam, selalu konsisten pada tema penulisan yang sama. Kalau nulis tentang perencanaan keuangan, ya sudah nulis perencanaan keuangan aja. Supaya ntar orang gampang kenalnya.
Ketujuh, jangan malu-malu untuk menunjukkan diri. Banyak pengarang yang tidak suka menonjolkan dirinya, tapi lebih suka menonjolkan bukunya. Nggak apa-apa juga. Tapi nanti bukunya nggak akan selaku kalau ia juga mau menunjukkan diri secara personal.

Kedelapan, jalin hubungan baik dengan toko buku. Datang ke toko buku, kenalkan diri dengan Supervisor Penjualan. Jalin juga hubungan baik dengan Divisi Promosi di penerbit.

Sembilan, jangan sombong ketika bersosialisasi dengan orang lain. Ini mungkin klise. Tapi banyak orang yang tidak akan membeli buku kita kalau secara personal dia tidak suka dengan kita. Sayangnya, saya banyak melihat pengarang buku-buku keuangan populer dan wirausaha yang seringkali membuat gap sosial dengan orang lain. Mereka hanya mau bergaul dengan orang yang dia pikir selevel, seperti sesama pengarang, pejabat, dsb. Padahal, laku tidaknya buku kita, lebih banyak karena berasal dari mereka yang memang bukan punya profesi seperti kita.

Sepuluh, terus belajar, terutama dari orang-orang Indonesia sendiri. Tempat untuk belajar ada banyak sekali, salah satunya adalah di seminar. Tapi jangan salah, banyak pengarang buku keuangan populer dan wirausaha yang gengsi kalau hadir di seminar dengan pembicara orang Indonesia, tapi mau hadir kalau pembicaranya adalah orang asing, bahkan kalau nama orang asing itu belum pernah terdengar sebelumnya. Kita ini terlalu luar negeri minded. Apa-apa yang dari luar negeri itu dianggap baik. Padahal, kalau kita mau belajar dari sesama orang Indonesia, kita akan dapat ide-ide baru dan segar yang justru lebih membumi. Belajar juga dari milis-milis. Salah satunya adalah milis PenulisBestSeller@yahoogroups.com.

Penulis buku yang Anda kagumi atau mempengaruhi Anda?
Dulu waktu kecil, jelas Arswendo Atmowiloto. Gayanya yang ‘langsung-langsung’ sangat mempengaruhi saya. Sekarang, untuk buku keuangan populer dan wirausaha serta motivasi, pengarang yang dulu pertama kali saya kagumi ketika membacanya adalah Andrias Harefa. Biarpun—mungkin karena dia sangat pintar—kadang-kadang dia nggak terlalu to the point dalam menyampaikan pemikirannya. Tapi ada sesuatu dalam tulisan-tulisannya yang membuat saya selalu terinspirasi. Paulus Winarto juga oke. Keunggulannya pada cara menyampaikan ‘pengalamannya’ dalam setiap poin.

Untuk buku perencanaan keuangan, Antony Japari menurut saya cukup baik. Tulisannya semakin matang. Saya banyak belajar dari beliau, terutama tentang perencanaan keuangan. Masbukhin Pradhana, gaya bahasanya sudah cukup populer untuk orang yang baru pertama kali menulis buku. Dia akan jadi bintang di masa mendatang, asalkan dipasarkan dengan benar. Untuk buku pemasaran populer, saya suka Hermawan Kartajaya. Bukunya Marketing in Venus sangat luar biasa. Saya juga suka Edy Zaqeus, terutama bukunya yang berjudul Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller. Kekuatan dia saya pikir ada pada buku-buku yang bertopik tentang penulisan, bukan yang lain.

Untuk cerpen, saya suka Ade Kumalasari. Bahasa dia di cerpen seringkali sangat to the point dibanding ketika di novel. Saya juga suka cara dia menutup ending pada setiap tulisan-tulisannya. Setahu saya, ending-ending seperti itu menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Dia akan jadi sangat terkenal di masa mendatang sebagai pengarang mumpuni asal dia terus produktif. Pengarang asing? Stephen Covey. Cuma karena mungkin buku itu ditujukan buat HRD perusahaan, buku itu jadi tampil lebih ‘rumit’. Seharusnya bisa dibuat lebih populer lagi. Robert Kiyosaki, biarpun saya nggak terlalu setuju sama isinya, tapi gaya bahasanya populer. Terbukti dari banyak orang yang terbawa pada alur pikirannya.

Definisi penulis sukses menurut Anda?
Gampang. Penulis sukses adalah penulis yang bisa mengkomunikasikan ide-idenya kepada pembaca, dan pembaca bisa menerima ide-ide tersebut tanpa merasa dipengaruhi. Seorang penulis sukses saran saya sebaiknya tidak hanya menulis untuk branding. Tapi untuk idealisme. Penulis yang menulis dengan maksud untuk bisnis, menurut saya hanya akan terjebak pada persaingan yang tidak sehat dengan sesama penulis lain yang menulis topik yang sama. Tetapi, bila seorang penulis menulis untuk idealisme, untuk memberikan sesuatu berupa edukasi kepada pembaca, ini berarti dia sudah mencapai level tertinggi dalam menulis, yaitu memberikan sesuatu untuk masyarakat.

Ok, thanks. Sukses selalu….
Sama-sama. Pesan saya, kunci menulis itu sederhana saja: menulis, menulis, dan menulis lagi. Praktik, praktik, dan praktik lagi. Karena semua orang bisa menulis.(ez)

Remaja Hemat ala Safir Senduk


KOMPAS.com — Bagi perencana keuangan Safir Senduk, remaja SMA yang memiliki uang saku bisa disebut sudah berpenghasilan. Namun, karena penghasilan yang mereka dapatkan bukan dari bekerja, tak heran jika remaja usia SMA begitu mudah membelanjakan uangnya.

”Jika mereka mendapatkan penghasilan dari bekerja, entah dengan menulis atau bekerja sampingan, tentu mereka lebih menghargai uang yang didapatkan dengan susah payah,” kata Safir.

Remaja pun sudah sewajarnya belajar mengelola uang saku. Dan, uang saku sebaiknya diberikan secara bulanan supaya mereka langsung praktik bagaimana mengelola uang itu agar cukup untuk keperluan selama sebulan.

”Remaja SMA nantinya juga akan bekerja, mendapat gaji bulanan, jadi mulai sekarang mereka harus belajar mengelola uang saku bulanan,” tambah Safir.

Untuk pengeluaran, menurut dia, bisa dipilah menjadi tiga, yakni pengeluaran karena wajib, butuh, dan ingin. Pengeluaran wajib adalah pengeluaran yang harus dibayarkan. Maka, jika tidak dibayar akan ada konsekuensi, misalnya, membayar cicilan utang.

Pengeluaran karena butuh adalah pengeluaran yang harus dibayarkan. Namun, jika tidak dibayar, tidak ada konsekuensi, misalnya membeli pulsa telepon. Sedangkan pengeluaran karena ingin adalah segala pos pengeluaran yang kita bayarkan karena ingin, semisal membeli t-shirt di distro.

”Nah, para remaja harus tahu betul pengeluarannya itu termasuk pengeluaran apa? Wajib, butuh, atau ingin?” kata Safir Senduk.

Jika remaja menghargai uang, tentu mereka tidak akan dengan mudah menghabiskan uangnya. Bahkan, mereka bisa menabung dan berinvestasi.

”Menabung itu menyisihkan uang untuk mencapai tujuan di masa datang, misalnya membeli sesuatu. Kalau berinvestasi itu berarti memperbesar aset yang kita miliki tanpa goal atau tujuan,” kata Safir Senduk.

Meskipun uang saku yang dimiliki tidak besar, para remaja sebenarnya juga bisa berinvestasi, misalnya dengan membeli Obligasi Ritel Indonesia (ORI) atau reksadana.

”Manajer investasi yang akan memutar uang kita. Reksadana bisa kita beli dengan dana sekitar Rp 100.000-Rp 200.000. Sayang sekali kalau uang kita dihabiskan. Kalau membeli sesuatu karena ikut-ikutan teman, itu artinya dia tidak bisa memimpin dirinya sendiri. Jadilah, orang yang bisa memimpin diri sendiri,” saran Safir Senduk.

20 Tips Keuangan ala Safir Senduk #1


Setelah kemarin kita membaca nasehat dan kutipan keuangan dari Safir Senduk, kali ini 20 tips keuangan akan hadir menemani anda di hari Minggu ini. Silakan menikmati 20 Tips Keuangan ala Safir Senduk edisi pertama.

1. Secara Sopan Santun, Bank gak boleh ngeluarin Kartu Kredit tanpa Seijin Kita.

2. Bisnis apa yang Modal Kecil tapi bisa dijual mahal? Bisnis Konsultasi.

3. Investasi Barang Koleksi. Semua Barang bisa dikoleksi, tapi tidak semua Barang Koleksi bagus untuk Investasi.

4. Anda Karyawan sekaligus Bisnis Sampingan? Silakan berhenti jadi Karyawan kalau Penghasilan Bisnis sudah 3x Gaji.

5. Pengen Mobil tapi Dana Terbatas? Pertimbangkan Mobil Second. Ini karena Nilai Mobil menyusut Sangat Besar di Tahun-tahun Pertama.

6. Pengen Kredit Mobil baru? Kalau punya cashnya, mending bayar cash aja.

7. Dua Macam Aset: (1) Aset yg bikin kita selalu Keluar Uang Tiap Bulan, dan (2) Aset yg bikin kita Dapat Uang Tiap Bulan.

8. 5 Komponen Biaya Liburan: (1) Transport, (2) Akomodasi, (3) Makan Minum, (4) Obyek Wisata, dan (5) Belanja & Oleh-oleh.

9. Anda Single Parent? Pertimbangkan untuk punya Bisnis Sendiri. Jangan Melulu mengandalkan Pekerjaan Sebagai Karyawan.

10. Kredit Barang Bank Syariah: Bank beli barang itu, lalu JUAL ke kita dgn Harga Lebih Tinggi yang kita cicil. Sampai Lunas. Fixed.

11. Beda Beli Barang via Kredit di Bank Umum & Bank Syariah? Bank Umum: Kita bayar Pokok+Bunga yg Naik Turun. Akadnya Kredit

12. Beda Nabung di Bank Umum & Bank Syariah? Di Bank Umum dapatnya Bunga. Di Bank Syariah dapatnya Bagi Hasil (dari Keuntungan Bank).

13. Makin Panjang Jangka Waktu Invest, makin GPP pilih Produk Investasi yg Potensi Hasilnya Besar biarpun Risikonya Besar.

14. Tab Berjangka vs Asuransi Jiwa? Kalau pilihannya hanya 2 itu, maka u/ Hasil Lebih Besar, pilih Tab. Berjangka.

15. Tips Liburan Budget Mepet: Tekan di Biaya Penginapan & Transport. Penginapan: Hotel Melati. Transport: Low Fare Airline.

16. Tiga Macam Budget Liburan: (1) Budget Mepet, (2) Budget Normal, (3) Budget Lebih.

17. Yg namanya Kredit, sebaiknya digunakan u/ Hal Produktif. Kalau Kredit cuma jadi Sofa, Baju atau Liburan, itu mah percuma.

18. Makan Sebelum Lapar, Berhenti Sebelum Kenyang. Dlm Keuangan, Siapkan Investasi dr Jauh Hari, dan Jgn Tamak dgn Returnnya.

19. Reksa Dana Syariah: Reksa Dana yang berinvestasi ke Instrumen Pasar Modal dan Pasar Uang yang sesuai Syariah Islam.

20. “Untuk yg baru kerja, Dana Terbatas, mulailah dengan Tabungan Berjangka, kemudian meningkat ke ReksaDana.

Jujur dan Kejujuran

Tahun 2006, Reader's Digest melakukan 'penelitian' untuk mengukur dan membuat
peringkat kota dengan penduduk paling sopan. Tahun ini 'penelitian'
dilakukan untuk mengukur kejujuran penduduk suatu kota. Percobaan dilakukan
di 32 kota dari 32 negara. Percobaannya dilakukan dengan cara meninggalkan
telepon genggam di sebuah tempat umum. Kemudian peneliti menelepon,
dan kalau diangkat meminta si penemu untuk mengembalikan telepon itu. Di
setiap kota, ditinggalkan 30 telepon genggam. Hasilnya?

Peringkat 1: Ljubljana (Slovenia), 29 telepon kembali;
Peringkat 2: Toronto (kanada), 28 kembali;
Peringkat 3: Seoul (Korsel), 27 kembali;
Peringkat 4: Stockholm (Swedia), 26 kembali;
Peringkat 5-7: Mumbai (India), Manila (Filipina), New York (AS), 24 kembali;
Peringkat 8-13: Helsinki(Finlandia), Budepest (Hungaria), Warsawa
(Polandia), Praha (Ceska), Auckland (Selandia Baru), Zagreb Kroasia), 23
kembali;
Peringkat 14-17: Sao Paolo (Brasil), Paris (Perancis), Berlin (Jerman),
Bangkok (Thailand), 21 kembali;
Peringkat 18-20: Milan (Italia), Mexico City (Mexico), Zurich (Swiss), 20
kembali;
Peringkat 21-22: Sydney (Australia), London (Inggris), 19 kembali;
Peringkat 23: Madrid (Spanyol), 18 kembali;
Peringkat 24 Moscow (Rusia), 17 kembali;
Peringkat 25-27: Singapura (Singapura), Buenos Aires (Argentina), Taipe
(Taiwan), 16 kembali;
Peringkat 28: Lisbon (Portugal), 15 kmbali;
Peringkat 29-30: Amsterdam (Belanda), Bucharest (Romania), 14 kembali;
Peringkat 31-32: Hong Kong (Hong Kong), Kuala Lumpur, 13 kembali.

(Sumber: Reader's Digest Indonesia, Oktober 2007)

Benar Ternyata, Menulis itu butuh Konsistensi

Bagi sebagian orang mungkin menulis bukan hal yang penting. Bahkan boleh jadi, bukan sesuatu yang harus jadi prioritas. Bagi Aku, menulis it...