Oleh:
Dr.H.Mulyawan Safwandy Nugraha,
M.Ag.,M.Pd
(Pengawas Sekolah Madya pada Madrasah Aliyah
Kankemenag Kabupaten Sukabumi)
Pendahuluan
Akreditasi
sekolah/madrasah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan
dan kinerja satuan dan/atau program pendidikan, yang dilakukan sebagai bentuk
akuntabilitas publik. Di dalam proses akreditasi, sebuah sekolah/madrasah
dievaluasi dalam kaitannya dengan arah dan tujuannya, serta didasarkan kepada
keseluruhan kondisi sekolah/madrasah sebagai sebuah institusi belajar. Walaupun
beragam perbedaan dimungkinkan terjadi antar sekolah/madrasah, tetapi
sekolah/madrasah dievaluasi berdasarkan standar tertentu. Standar diharapkan
dapat mendorong dan menciptakan suasana kondusif bagi pertumbuhan pendidikan
dan memberikan arahan untuk evaluasi diri yang berkelanjutan, serta menyediakan
perangsang untuk terus berusaha mencapai mutu yang diharapkan.
Akreditasi
merupakan alat regulasi diri (self-regulation) agar sekolah/madrasah mengenal
kekuatan dan kelemahan serta melakukan upaya yang terus menerus untuk
meningkatkan kekuatan dan memperbaiki kelemahannya. Dalam hal ini akreditasi
memiliki makna proses pendidikan. Di samping itu akreditasi juga merupakan
penilaian hasil dalam bentuk sertifikasi formal
terhadap kondisi suatu sekolah/madrasah yang telah memenuhi standar layanan
tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa proses akreditasi dalam makna proses adalah
penilaian dan pengembangan mutu suatu sekolah/madrasah secara berkelanjutan.
Akreditasi dalam makna hasil menyatakan pengakuan bahwa suatu sekolah/madrasah
telah memenuhi standar kelayakan yang telah ditentukan.
Jika
tidak ada aral melintang, mulai pertengahan Agustus 2018 ini akan serempak
diadakan visitasi oleh Asesor dari BAN S/M Provinsi Jawa Barat ke Sekolah dan
Madrasah. Saat ini, madrasah masih melakukan proses log in SisPenA (Sistem
Penilaian Akreditasi) di www.bansm.kemdikbud.go.id/sispena. Menurut informasi Ketua BAN S/M Provinsi Jabar,
Prof. Udin S. Sa’ud, Ph.D bahwa Sekolah/Madrasah yang belum log in di SisPenA
kurang lebih empat ribuan, dan sebagian besar adalah madrasah.
Perlu
diketahui bahwa akreditasi tahun 2018 memiliki perbedaan dengan akreditasi
tahun-tahun sebelumnya. saat ini, SisPenA terhubung dengan Dapodik dan EMIS.
Bagi Madrasah, mengisi EMIS merupakan kewajiban untuk mengisinya sesuai dengan
keadaan dan kenyataannya. Kita perlu mengingatkan kepada Madrasah agar
menghindari pengisian data yang tidak relevan, karena akan berakibat fatal pada
banyak hal. Di antaranya akan bermasalah untuk penilaian akreditasi madrasah.
H.
Abudin, selaku Kabid Pendidikan Madrasah Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Barat,
dalam tiap kesempatan tiga bulan terakhir ini, selalu mengingatkan dan
menyampaikan tentang urgensi memiliki data yang valid, otentik dan dapat
diandalkan. Pengisian data yang “sering” bermasalah adalah pengisian jumlah
siswa. Seperti diketahui, masih ada “oknum” yang masih memiliki mind set keliru
tentang masalah jumlah siswa ini terkait masalah Finansial BOS.
Menjelang
visitasi akreditasi, Data Isian
Akreditasi (DIA) juga masih mengalami kendala. Masih cukup banyak madrasah
di Jawa Barat yang belum mengisi DIA dengan tuntas. Akibat dari hal ini adalah
tidak teridentifikasinya madrasah untuk diakreditasi, mana madrasah yang belum
terakreditasi, berapa lama lagi masa berlaku sertifikat akreditasi, penjadwalan
visitasi akreditasi dan lain-lain.
Dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, posisi Madrasah sejajar dengan
Sekolah. Pemerintah mengeluarkan regulasi tentang Standar Nasional Pendidikan
(SNP) yang harus dipatuhi oleh stakeholder pendidikan, termasuk Kementerian
Agama dan madrasah. Akreditasi merupakan bentuk upaya pemerintah menjaga
aktuntabilitas pengelola lembaga pendidikan kepada masyarakat.
Tantangan Madrasah
Ada hal baru dalam pemenuhan kriteria akreditasi
dengan perangkat tahun 2017 yaitu bahwa Sekolah/Madrasah
dinyatakan “terakreditasi”, jika memenuhi seluruh kriteria, yaitu: Pertama, memperoleh nilai akhir akreditasi sekurang-kurangnya 71; Kedua, memperoleh Nilai Komponen Standar Sarana dan Prasarana tidak kurang
dari 61; dan Ketiga, tidak ada nilai
komponen standar di bawah 50.
Sekolah/Madrasah memperoleh peringkat akreditasi
sebagai berikut: Pertama, Peringkat akreditasi A (Unggul), jika Sekolah/Madrasah memperoleh Nilai Akhir Akreditasi (NA) sebesar 91 sampai dengan 100 (91 < NA < 100); kedua, Peringkat akreditasi B
(Baik), jika Sekolah/Madrasah memperoleh Nilai
Akhir Akreditasi (NA) sebesar 81 sampai dengan
90 (81 < NA < 90); dan Ketiga, Peringkat akreditasi C
(Cukup Baik), jika Sekolah/Madrasah memperoleh Nilai Akhir Akreditasi (NA)
sebesar 71
sampai dengan 80 (71 < NA < 80).
Sedangkan Sekolah/madrasah yang tidak terakreditasi adalah yang
mendapat nilai akhir, yaitu: Pertama, 61 sampai dengan 70 (61
< NA < 70) dengan peringkat akreditasi D (Kurang); dan Kedua, 0 sampai dengan 60 (0 < NA < 60) dengan peringkat
akreditasi E (Sangat Kurang).
Akreditasi
seharusnya menjadi bagian dari proses untuk peningkatan mutu pendidikan. Bukan
hanya sebatas label A, B, atau C saja. Akreditasi harusnya menjadi “habit” atau
kebiasaan baik yang dilaksanakan oleh madrasah. Walaupun faktanya, masih
ditemukan “efek samping” yang seharusnya tidak terjadi. Seperti penyiapan
sarana prasana yang “terkesan” diada-adakan, penyediaan dokumen-dokumen yang
ditagih dalam instrumen akreditasi yang terkesan dadakan, dan lain sebagainya.
Sementara di satu sisi yang lain, pada penilaian akreditasi tahun 2017 ini, ada
penekanan dalam Standar Sarana dan Prasarana yang tidak boleh kurang dari 61.
Tentu hal ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi madrasah.
Tantangan
lainnya yang menurut saya cukup berat adalah keberadaan Madrasah yang dikelola
oleh masyarakat (Swasta) yang jumlahnya mendominasi. Madrasah Swasta, dalam
operasionalisasinya sebagian besar mengandalkan dari dana BOS, faktanya memiliki
lebih banyak keterbatasan, khususnya dalam pemenuhan Standar Nasional
Pendidikan. Banyak Madrasah, terutama di daerah pedesaan, masih belum mencukupi
standar sarana dan prasarananya. Sementara ketika berbicara akreditasi,
posisinya sama selama dalam wilayah hukum NKRI.
Diperlukan
pemahaman yang benar dalam hal ini. Sebab jika tidak, akan memunculkan
perdebatan. Akreditasi adalah ikhtiar madrasah dalam mewujudkan madrasah hebat
bermartabat. Sudah saatnya, para stakeholder madrasah memiliki mind set yang
benar mengelola madrasah. Mendirikan madrasah tidak cukup hanya dengan Semangat,
namun juga harus memerhatikan aspek mutu. Pihak Yayasan yang menaungi satuan
pendidikan seyogyanya memahami tentang regulasi mengenai akreditasi dan
tuntutan memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Kepada pihak terkait, tentu
seharusnya memerhatikan aspek-aspek dan persyaratan dalam pendirian madrasah
sesuai dengan Keputusan Dirjen Pendidikan Islam Nomor 1385 tahun 2014 tentang
Petunjuk Teknis Pendirian Madrasah yang dselenggarakan oleh Masyarakat.
Kita
tidak berharap, niat baik dengan dikeluarkannya Izin Operasional Madrasah tidak
dibarengi dengan pemenuhan persyaratan yang seharusnya dipatuhi oleh pihak
masyarakat (yayasan) dan juga instansi terkait. Hal ini akan berakibat terhadap
pengelolaan madrasah yang apa adanya, atau hanya memenuhi standar minimal saja.
Sementara
kita berharap, Madrasah yang lahir dari rahim masyarakat (Yayasan) bisa
melebihi Standar Nasional Pendidikan yang minimal. Dan alhamdulillah, saat ini
telah lahir di berbagai kota/Kabupaten di Jawa Barat profil Madrasah Swasta yang jika dilihat dari
aspek pemenuhan SNP, telah masuk kategori Unggul. Apalagi diperlihatkan dengan
Siswa yang berprestasi pada kegiatan Aksioma dan Kompetisi Sains Madrasah (KSM)
di tingkat Provinsi Jawa Barat dalam dua tahun terakhir, justru didominasi oleh
Madrasah Swasta. Termasuk juga siswa yang lulus melanjutkan ke jenjang
Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan TInggi Negeri), PMDK-PN (Penelusuruan Minat
dan Kemampuan-Politeknik Negeri), SBMPTN (Seleksi Bersama Masuk Perguruan
Tinggi Negeri), UMPN (Ujian Masuk Politeknik Negeri), dan Seleksi Mandiri PTN. Tentu hal ini menjadi catatan tersendiri bagi pihak
Kementerian Agama tentang bagaimana Madrasah Negeri atau Satker selama ini
dalam pemenuhan Standar Nasional Pendidikan.
Harapan
Akreditasi
adalah sebuah keniscayaan. Jika ada konsekwensi administrasi pada madrasah yang
tidak siap atau tidak mau diakreditasi, hal tersebut lebih pada persoalan tuntutan
kebijakan peningkatan mutu pendidikan. Kita sangat berharap, madrasah akan
semakin berbenah dan mempersiapkan diri dengan menjadikan akreditasi sebagai
standar mutu dalam mengelola madrasah. Melalui akreditasi, diharapkan madrasah
makin bermutu dan makin terbuka peluang untuk lebih menunjukan peran dan
fungsinya kepada masyarakat sehingga pada akhirnya menjadi pilihan pertama dan
utama.
Diharapkan, melalui akreditasi
diperoleh gambaran umum dan detail tentang kinerja madrasah, baik aspek kelebihan
maupun aspek kekurangannya sehingga dapat dijadikan sebagai alat pembinaan,
pengembangan dan peningkatan sekolah baik dari segi mutu, efektivitas,
efisiensi, produktivitas dan inovasinya.. Akreditasi juga diharapkan memberikan
jaminan kepada publik bahwa madrasah tersebut telah diakreditasi dan
menyediakan layanan pendidikan yang memenuhi standar nasional pendidikan dan
memberikan layanan kepada publik bahwa siswa mendapatkan pelayanan yang baik
dan sesuai dengan persyaratan standar nasional. Selain itu, akreditasi pada
madrasah juga diharapkan dapat menentukan tingkat kelayakan madrasah dalam
menyelenggarakan layanan pendidikan yang bermutu menuju madrasah hebat
bermartabat.
Aamiin.
Sukabumi, 02 Agustus 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar