Kamis, 02 Juni 2011

Pentingnya Perlindungan Ketika Hidup di Tanah Risiko


Andai kutahu
Kapan tiba ajalku
Ku akan memohon,
Tuhan tolong panjangkan umurku…(Ungu Band)

Bersyukurlah kita karena kita tak pernah tahu kapan ia akan tiba. Seandainya setiap manusia sudah tahu kapan ajal akan tiba, atau akan seperti apa jalan hidupnya sampai ajal tiba, hidup akan membosankan. Monoton. Dan hanya akan dua tipe manusia di bumi ini: manusia tertawa dan manusia menangis. Yang jalan hidupnya indah akan tertawa sepanjang hidupnya, sedangkan yang pahit akan terus-terusan menangis dan meratap.

Namun karena justru ia adalah rahasia kepunyaan Sang Pemilik Hidup, kehidupan menjadi lebih penuh warna, memberi dinamika. Yang baru saja tertawa, tiba-tiba dipaksa atau terpaksa menangis. Dan sebaliknya. Karena manusia tidak pernah tahu rahasia yang satu ini, setiap orang dapat merencanakan hidupnya, bermimpi tentang kehidupan yang lebih baik, dan bercita-cita menjalani hidup sesuai pilihannya. Dan karena apa yang akan terjadi dalam perjalanan waktu ke depan --bahkan untuk sedetik berikutnya—bersifat tidak pasti, manusia sesungguhnya memerlukan suatu cara untuk mengurangi risiko atas ketidakpastian itu. Misalnya ketika gambaran-gambaran hidup yang mereka susun menyimpang dari yang dibayangkan, dunia yang ingin mereka jalani berbeda antara harapan dan kenyataan, atau ketika Tuhan meminta kita “selesai”.

Namun, meski sebagian besar orang tahu bahwa ia harus mengurangi risiko itu, belum banyak orang yang bersedia berpikir ke arah sana. Atau kalaupun bersedia, belum tahu bagaimana caranya dan dengan apa. Di situlah peran utama asuransi. Masih sedikit orang yang “melek” terhadap asuransi, bahkan di kalangan yang sebenarnya memiliki kemampuan ekonomi untuk ikut dalam program perlindungan risiko tersebut. Bagi sebagian orang, asuransi dipandang kurang memberi manfaat karena biaya yang harus mereka keluarkan bisa mereka kelola sendiri dan berpotensi mendapatkan keuntungan lebih besar.

Sebagian lagi malah menganggap asuransi itu seperti judi. Padahal, perbedaannya sangat terang benderang. Dalam judi, orang dihadapkan pada satu dari dua kemungkinan, menang atau kalah. Untung atau rugi. Orang yang berjudi adalah orang yang mencari risiko dan mengambil risiko itu untuk dirinya. Sementara orang yang berasuransi adalah orang yang menghindari risiko. Filosofi asuransi, berbeda dari judi, adalah memberikan dukungan (finansial) tatkala seseorang atau lembaga mengalami kehilangan (barang, jasa, kesempatan, hingga nyawa) atau kerugian. Kalau judi bersifat menciptakan risiko dengan mencari keuntungan (dengan risiko yang sama besar akan mendapatkan kerugian), maka asuransi tidak bersifat mencari keuntungan (finansial) tetapi mengurangi dan menghindari risiko.

Mengapa risiko itu harus dihindari? Karena seperti bait lagu tadi, tahu kapan ajal tiba, atau kapan mala akan datang, hanyalah andai-andai.

Sejarah Panjang Asuransi

Asuransi sesungguhnya sudah muncul ketika sebuah komunitas masyarakat terbentuk dan beraktivitas. Orang-orang di China sejak abad ke-3 sebelum Masehi sudah mempraktekkan “sistem asuransi” ketika melakukan perdagangan yang dilakukan di sungai-sungai yang mereka lintasi untuk berdagang. Caranya adalah tidak menempatkan barang-barang mereka dalam satu kapal yang sama guna menghindari hilangnya seluruh barang bilamana terjadi perampokan di tengah jalan atas barang-barang mereka. Masyarakat Babilonia juga sudah melakukannya pada abad ke-2 sebelum Masehi. Pada masa itu, jika seorang pedagang mendapatkan pinjaman uang untuk mengirimkan barang-barang dagangan, si pedagang akan mencicil pinjaman tersebut dalam jumlah yang lebih besar dari nilai pinjaman, guna menghindari risiko pembayaran cicilan bilamana barang-barang dagangan yang mereka kirimkan dirampok atau hilang dalam perjalanan. Dalam catatan sejarah yang terekam pada Kitab Hammurabi, 1750 sebelum Masehi, praktek ini sudah dijalankan di tengah masyarakat pedagang-pedagang kapal yang mengarungi jazirah Mediterania.

Cerita kitab suci tentang Nabi Yusuf yang menjadi penasehat Raja Firaun di Mesir juga sering diangkat sebagai bagian dari sejarah asuransi. Ketika Mesir mengalami kemakmuran dan panen melimpah, Yusuf menasehati Firaun untuk menyimpan sebagian panenan, guna mengantisipasi keadaan buruk yang bisa terjadi di masa depan. Pesan kenabian Yusuf dapat dipandang sebagai upaya menghindari risiko, kalau-kalau terjadi hal buruk di masa depan. Dan benarlah demikian. Ketika bangsa Mesir dilanda paceklik dan wabah, simpanan panenan itu bermanfaat dan menyelamatkan rakyat Mesir dari kelaparan.

Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa asuransi memang sudah ada ketika sebuah masyarakat terbentuk dan mengadakan interaksi satu sama lain dalam rangka menciptakan kehidupan yang lebih baik pada masanya. Bentuknya saja yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Di era modern, semakin banyak jenis asuransi yang ditawarkan seiring dengan meningkatnya kebutuhan manusia untuk terhindar dari risiko-risiko yang tidak diinginkannya. Mengasuransikan rumah dari ancaman kebakaran atau banjir, mengasuransikan mobil ketika risiko kecelakaan atau hilang muncul, mengasuransikan pendidikan anak dan kesehatan, atau mengasuransikan jiwa seseorang cuma beberapa contoh yang sudah jamak dijumpai dalam praktek asuransi modern. Kini, alat-alat elektronik atau perhiasan, bahkan lukisan atau tanaman, juga sudah dicakup dalam layanan asuransi. Bahkan seorang artis juga dapat mengasuransikan bagian tubuhnya yang dianggap penting. Tindakan atau kegiatan (artinya bukan barang) yang berpotensi menghasilkan risiko kerugian seperti perjalanan juga memperoleh perlindungan asuransi.

Hidup dengan Risiko
Orang Indonesia, boleh jadi orang yang suka mengambil risiko dan merasa risiko adalah bagian dari hidup. Secara geologis, Indonesia berada pada cincin api (ring of fire) Pasifik yang menyebabkan banyak gunung berapi di dataran ini. Ini artinya, dibandingkan kawasan lain, risiko bencana alam yang ditimbulkan dari gunung api di kawasan ini termasuk yang terbesar. Secara geologis pula, semua daerah di Indonesia kecuali Pulau Kalimantan adalah daerah yang rawan terjadi gempa. Orkestrasi alam yang memunculkan guncangan di permukaan bumi bisa terjadi puluhan kali setiap tahun. Gempa di Papua misalnya, segera memicu goncangan di kawasan lain yang jaraknya ribuan kilometer.

Dari sisi lingkungan dan kesehatan, Indonesia adalah negeri dengan pandemi dan korban flu burung tertinggi di dunia. Flu mematikan ini menyerang dan menyebar dari daratan Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi, hingga Papua. Wabah ini mengguncang psikologi warga karena si virus memilih unggas sebagai media penularan, binatang yang dipelihara hampir seluruh masyarakat di seluruh Indonesia dan merupakan salah hewan konsumsi terpenting.

Belum lagi ketika kita bicara wabah lain yang diakibatkan oleh nyamuk. Setiap kali musim hujan tiba, sebagian besar rumah sakit di seluruh Indonesia disibukkan dengan meledaknya korban nyamuk demam berdarah. Korban-korban meninggal yang terlambat mendapatkan perawatan bertambah setiap tahun. Itu baru nyamuk demam berdarah. Nyamuk-nyamuk lainnya kini juga berkembang semakin pesat seiring dengan terciptanya ekosistem lembab dan panas yang diakibatkan oleh peningkatan temperatur udara lingkungan dan perubahan cuaca.

Dari sisi transportasi, Indonesia juga memegang rekor. Beberapa tahun belakangan ini, kecelakaan pesawat udara yang terjadi di tanah air menduduki peringkat teratas dibandingkan negara-negara lain di seluruh dunia. Itu baru pesawat udara. Sebagai negeri dengan banyak pulau, kapal juga merupakan transportasi utama di negeri ini. Dan simak saja berita di koran dan televisi tentang kecelakaan kapal yang terjadi di tanah air dua tahun belakangan ini saja.

Bila di laut dan di udara ancaman atau risiko kecelakaan sedemikian besar, setali tiga uang pula risiko kecelakaan transportasi darat. Kereta api anjlok hampir terjadi setiap bulan, padahal moda transportasi itu hanya tersedia di Pulau Jawa dan sebagian Sumatera. Tak bisa dibayangkan bila seluruh Indonesia dilayani oleh jasa ini. Belum lagi kecelakaan yang diakibatkan oleh moda transportasi darat terpenting yakni kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan yang terus meningkat tanpa ada pengendalian, pembatasan, atau pengurangan secara sistematis, jelas akan membuat jalan raya kian dipadati oleh kuda-kuda besi ini, baik roda dua maupun roda empat. Efeknya, keamanan dan keselamatan di jalan raya menjadi pertanyaan besar.

Namun anehnya, kesadaran warga untuk mengurangi risiko-risiko hidup di wilayah yang secara faktual seperti tergambar di atas justru masih terbilang rendah. Dari seluruh penduduk Indonesia yang jumlahnya kini mencapai kurang lebih 220 juta jiwa, mereka yang terlindungi oleh asuransi jumlahnya tak lebih dari 20 persen. Bandingkan dengan negara lain seperti Jepang yang asuransinya bisa mencapai angka 300 persen, yang artinya setiap orang rata-rata memiliki polis asuransi sebanyak tiga buah. Di negara tetangga seperti Malaysia, jumlah warga yang ikut serta dalam program asuransi mencapai hampir separuh dari jumlah penduduk.

Menumbuhkan Kesadaran Berasuransi
Dengan peta kasar yang tergambar di atas, ditambah fakta bahwa sesungguhnya penduduk Indonesia dikelilingi oleh risiko-risiko seperti itu, minat dan kesadaran berasuransi di kalangan warga jelas masih sangat rendah. Namun rendahnya kesadaran berasuransi ini sekaligus merupakan potensi besar bila pemerintah dapat menelurkan kebijakan dan regulasi yang mendorong tumbuhnya minat dan kesadaran berasuransi.

Tanggal 18 Oktober adalah waktu yang ditetapkan sebagai Hari Asuransi Indonesia. Momentum ini tentu saja penting dan perlu disosialisasikan supaya sebuah hari dalam setahun ini dapat digerakkan menjadi bola salju yang kian membesar sepanjang tahun. Tahun ini, asuransi mengambil tema “Asuransi Mitra Menuju Sejahtera”. Namun hingga saat ini, gaung itu belum menggema menjadi sebuah kesadaran baru dan gerakan yang sifatnya masif di tengah masyarakat. Artinya, kesadaran itu masih menyentuh lapisan masyarakat yang sama yang sebenarnya justru sudah “melek” asuransi, sementara sebagian besar masyarakat yang lain masih memilih hidup sebagaimana biasa dengan segala risiko-risikonya, tanpa pernah digugah kesadarannya bahwa risiko itu bisa dihindari atau dikurangi.

Ingat, kita tak pernah tahu apa yang akan terjadi esok pada kita dan ketika kita terlambat melindungi diri, sia-sialah semuanya. Selamat merayakan hari asuransi.

Tidak ada komentar:

Benar Ternyata, Menulis itu butuh Konsistensi

Bagi sebagian orang mungkin menulis bukan hal yang penting. Bahkan boleh jadi, bukan sesuatu yang harus jadi prioritas. Bagi Aku, menulis it...