Selasa, 01 Oktober 2013

Menjadi Pemimpin yang Bertanggung Jawab

Dalam teori manapun, baik Islam atau pun Barat, konsep kepemimpinan dan pemimpin selalu diawali dari pembicaraan mengenai individu manusia. Hal ini menunjukkan bahwa sistem kepemimpinan sangat bergantung pada indvidu manusia itu sendiri. Mengapa hal tentang pemimpin dan kepemimpinan tidak pernah surut dari pembahasan? jawabannya mudah. karena tidak ada satupun dalam kehidupan manusia yang bisa dilepaskan dari persoalan pemimpin dan kepemimpinan. Islam mengenal istilah jamaah. kebersamaan dalam jamaah sangat dianjurkan bahkan terkesan wajib, demi tercapainya tujuan yang lebih luas dan lebih besar. Namun yang banyak dilupakan orang adalah bahwa bertanggungjawab adalah hakikat dari seorang pemimpin. Bertanggung jawab merupakan unsur terpenting dalam aspek pemimpin dan kepemimpinan. Bertantanggung jawab terhadap amanah adalah beban pertama yang seharusnya dijalani oleh manusia sebagai pemimpin bagi dirinya sendirinya. Itulah sebabnya, ketika hasrat menjadi pemimpin (formal) begitu menggebu-gebu dimiliki manusia hanya dengan niatan ingin berkuasa, ingin terkenal, ingin mendapatkan jabatan dan kedudukan, bukan bekerja dan melayani yang dipimpinnya, bukannya mengabdi dan menjadi hamba bagi yang dipimpinnya, maka pasti akan melahirkan pemimpin yang tidak bertanggung jawab. mengambil tanggung jawab untuk menjadi pemimpin berarti bersedia untuk mengorbankan waktunya untuk yang dipimpinnya, mengorbankan hartanya untuk yang dipimpinnya, mengorbankan tenaganya untuk yang dipimpinnya dan mengorbankan dirinya untuk yang dipimpinnya. seharusnya tidak mudah menjadi pemimpin. begitupun tidak akan ada orang yang mau jadi pemimpin jika ia tahu bahwa tanggung jawabnya itu sangat besar. namun bukan berarti ketika beratnya itu tidak memiliki dampak. kebaikan dan reward yang diberikan pada pemimpin yang bertanggung jawab sangat besar. penghargaan yang diberikan manusia pun juga akan sangat besar. apalagi reward yang akan diberikan tuhan. jika begitu semua yang mau menjadi pemimpin seharusnya meniatkan untuk menjaga amanah secara bertanggung jawab. tanggung jawab melahirkan hak dan kewajiban. jadilah pemimpin yang siap mempertanggungjawabkan apa yang menjadi kepemimpinannya.

Sabtu, 21 September 2013

RADAR SUKABUMI DAN MADRASAH: PENCITRAAN POSITIF BAGI PENDIDIKAN ISLAM

Oleh:

Dr. Mulyawan SN, M.Ag., M.Pd

Ketua I PGM Kab. Sukabumi

Sudah menjadi pengetahuan umum, jika pers memiliki peranan signifikan terhadap perkembangan dan pertumbuhan bangsa. Thomas Jefferson, presiden ketiga Amerika Serikat (1743 – 1826), pada tahun 1802 menulis, “Seandainya saya diminta memutuskan antara pemerintah tanpa pers, atau pers tanpa pemerintah, maka tanpa ragu sedikit pun saya akan memilih yang kedua.” Padahal, selama memerintah ia tak jarang mendapat perlakuan buruk dari pers Amerika Serikat.

Media pers (cetak, radio, televisi, online – selanjutnya disebut media atau pers) sesungguhnya merupakan kepanjangan tangan dari hak-hak sipil publik atau hak rakyat. Di negara yang menganut demokrasi, di mana kekuasaan di tangan rakyat, publik punya hak kontrol terhadap kekuasaan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Hal itu sebagaimana adagium dalam dunia politik yang sangat terkenal, yang diangkat dari kata-kata Lord Acton, sejarawan Inggris (1834 – 1902), “The power tends to corrupt, the absolute power tends to absolute corrupt” (Kekuasaan cenderung korup, kekuasaan yang mutlak cenderung korup secara mutlak).

Sebagai konsekwensi dari hak kontrol tersebut, segala hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak (publik, rakyat) harus dapat diakses (diinformasikan, diketahui) secara terbuka dan bebas oleh publik, dalam hal ini pers.

Ada Apa dengan Radar Sukabumi dan Madrasah?

Yang ingin disampaikan dalam tulisan ini bukan tentang peran pers, kekuasaan dan lain sebagainya. Tapi tentang pers yang bernama Radar Sukabumi, Koran harian yang sedang anda baca ini, dengan Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam. Apa hubungan Radar Sukabumi dan Madrasah, khususnya dalam konteks Sukabumi, baik di kota ataupun Kabupaten? Hubungannya, tentu baik-baik saja!

Sebagai media cetak harian (juga online), Radar Sukabumi menjadi bacaan rutin dan diperlukan oleh masyarakat Sukabumi. Tegline Radar Sukabumi: Kuat Karena Mengakar (di media cetak), dan Media Lokal Terpercaya (versi online), seakan ingin mengukuhkan keberadaan Radar Sukabumi di kalangan masyarakat sebagai satu-satunya media yang mampu menjadi penyampai informasi terpercaya ke semua kalangan di Sukabumi hingga ke pelosok daerah.

Secara pribadi saya pembaca setia Radar Sukabumi. Bagi saya yang sehari-hari bergelut di dunia Madrasah (karir sebagai guru dan Pengawas Madrasah, aktivis organisasi Profesi “Persatuan Guru Madrasah” di Kabupaten Sukabumi, dan dosen di perguruan tinggi agama Islam), tampilnya Radar Sukabumi di tengah-tengah masyarakat Sukabumi, sudah pasti memberikan nuansa lain terhadap pendidikan Islam, khususnya madrasah.

Alasan

Mengapa itu bisa terjadi? Ahmad Tafsir, Guru Besar UIN SGD Bandung dan sekaligus guru penulis, pada awal tahun 1990-an pernah menyatakan: mencari sekolah Islam (Madrasah) yang baik, sama sulitnya dengan mencari sekolah non muslim yang buruk !! Walaupun Beliau sendiri meralat pernyataannya itu di awal tahun 2000-an.

Dalam salah satu kuliahnya, waktu penulis mengikuti program magister, beliau menyatakan bahwa perkembangan Madrasah ke depan di era global, akan menjadi pilihan utama dan bukan lagi alternatif bagi ummat Islam. Kenapa? Karena banyak madrasah yang sudah bagus. Baik dari sisi kualitas pembelajaran, guru, fasilitas, bahkan prestasi akademik baik siswa atau pun gurunya. Kelebihan madrasah adalah adanya nilai-nilai Islam yang diterapkan dalam berbagai aspek. Munculnya Madrasah Terpadu, Sekolah Islam terpadu, lulusan madrasah diterima di perguruan tinggi favorit, menjadi bukti madrasah bisa berprestasi. Bahkan nilai ujian nasional pun, madrasah bisa berbangga diri jika disejajarkan dengan sekolah.

Namun sayang, informasi tentang bagusnya madrasah kurang maksimal terekspos. Madrasah yang bagus itu (baik tingkat Raudlatul Athfal/RA, Madrasah Diniyyah (MD), Madrasah Ibtidaiyyah (MI), Madarasah Tsanawiyyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) ada di sekitar kita. Di kota dan Kabupaten Sukabumi, sudah banyak madrasah yang berprestasi baik tingkat lokal, regional dan juga nasional. Sementara masyarakat dan pemerintah harus tahu hal tersebut.

Peran Strategis Radar Sukabumi

Di mana peran stategis Radar Sukabumi? Dalam hal ini pasti sudah bisa ditebak. Radar Sukabumi menjadi media antara lembaga madrasah, masyarakat dan pemerintah. Madrasah harus dan akan senantiasa meningkatkan kualitas dirinya. Masyarakat sebagai sumber input, akan secara bangga memasukkan anak-anaknya ke madrasah. Mengapa pemerintah dilibatkan? Karena Pemerintah (baik pusat ataupun pemerintah daerah) sebagai user dan penentu kebijakan dan anggaran harus mengetahui peran madrasah bagi bangsa ini.

Peran yang dimainkan Radar Sukabumi ini tentu harus direspon positif oleh pihak madrasah untuk lebih berbenah diri memperbaiki kualitasnya. Sebagai bagian dari anak bangsa, komunitas madrasah pun memiliki kontribusi yang positif terhadap bangsa dan Negara dalam menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki akhlak mulia, memiliki kemampuan/kompeten, jiwa nasionalisme dan memiliki kemampuan hidup di masyarakat. Orientasi madrasah yang tidak hanya bersifat duniawi tetapi juga ukhrowi, menjadi alasan mengapa madrasah menjadi penting untuk dipilih sebagai lembaga pendidikan anak bangsa menuju cita-cita luhur bangsa Indonesia.

Sepengetahuan penulis, rata-rata instansi pemerintah, lembaga-lembaga formal, organisasi masyarakat, partai politik, lembaga pendidikan termasuk madrasah, menjadi pelanggan setia Koran Radar Sukabumi. Segmen pembaca dan pelanggan Koran Radar Sukabumi yang luas dan banyak, menjadi magnet sekaligus peluang untuk madrasah agar bisa memposisikan dan menginformasikan prestasi dan aktivitas di madrasahnya melalui Koran radar Sukabumi.

Penutup

Dalam minggu kedua bulan September 2013 ini, penulis merasa bangga, banyak madrasah yang diekspos secara positif dengan berbagai keunggulannya di Koran Radar Sukabumi. Hal ini tentu pertanda baik bagi pencitraan madrasah kepada masyarakat Sukabumi dan pemerintah kota dan kabupaten Sukabumi. Tentu ini hanya akan terjadi bila para pengelola madrasah memiliki keinginan untuk berfikir dan bersikap positif terhadap keberadaan Koran Radar Sukabumi sebagai media penyampai informasi yang aktual di Sukabumi.

Dengan semangat reformasi, keberadaan Radar Sukabumi menjadi signifikan untuk terjadinya proses pencitraan positif bagi kebaikan keberadaan madrasah sebagai bentuk akutabilitas publik. Koran Radar Sukabumi yang bersifat lokal tetapi memiliki akses yang global, menjadi pemikat masyarakat untuk membacanya. Semoga Radar Sukabumi tetap eksis dan menjadi pilihan utama bagi pembaca masyarakat Sukabumi sehingga berdampak positif bagi pencitraan madrasah.

Ayo ke Madrasah, Insya Allah lebih baik !

Kamis, 12 September 2013

the second internstional symposium on madrasah in global context

Pada hari selasa,3 s.d 5 September 2013 balai penelitian dan pengembangan kementerian Agama RI menggelar The Second International Symphosium on Madrasah in Global Context. Acara pembukaan dilaksanakan di Aula utama Kementerian Agama oleh Wapres Boediono.

Selasa, 11 Juni 2013

Makna Mi'raj oleh Om Beqi

Pada bulan Rajab, saatnya perayaan Mi'raj, tapi Mi'raj tak pernah kurasakan. Penasaran kutanyakan pada maulana."Kenapa saya tak pernah bisa merasakan Mi'raj, padahal puluhan Rajab sudah kulalui?" "Belajarlah menjadi pelayan Tuhan, anakku!", jawab Maulana, "Kau tahu ayat tentang Isra Miraj, subhanalladzi Asra bi 'abdihi; ada pelayan Tuhan yang diperjalankan menembus ketidakmungkinan. Rumusnya sangatlah sederhana, apa atau siapa yang kau layani, ialah yang memperjalankanmu." "Bagaimana cara melayani Tuhan?" saya penasaran. " Mari ikut denganku..." ajak Maulana. Saat itu malam, sekitar jam 1, kami berjalan menembus gelap. Rupanya kami berjalan menuju pasar. Malam yang dingin dengan hujan rintik tak membuat pasarmenjadi sepi. Sangat ramai: penjual dan pembeli, bahkan pengemis. Maulana menyapa salah seorang pedagang, "Kenapa harus berjualan malam-malam begini, pada saat yang lain tidur; apa tidak besok saja?" "Besok pagi semuanya sudah harus siap. Sarapan sudah siap saji di rumah-rumah, anak-anak sudah siap ke sekolah begitu juga dengan pegawai. Agar semuanya berjalan lancar, warung-warung harus menyiapkan semuanya sebelum semua penghuni rumah itu bangun. Karena kebiasaanya begitu, saya harus juga berdagang pada malam hari begini. Kalau tidak begitu, kami tak bakal dapat uang," jawab pedagang itu, "terlambat sedikit saja, aku bisa merugi!" "Lihatlah!', bisik Maulana, "di pasar ini pedagang dan pembeli diperjalankan dari rumahnya untuk menembus malam gelap dan dingin begini. Semuanya karena melayani uang, paling tidak melayani kepentingannya. Merekapun kemudian mendapatkan apa yang semula dianggapnya tidak mungkin. Para pencinta keindahan alam, menghabiskan uang dan tenaganya --bahkan nyawanya-- untuk menaiki gunung tinggi atau tempat eksotis lainnya. Para pencinta buku, menghabiskan uang dan waktunya untuk membaca berlembar-lembar mutiara kata. Apakah kau sudah melayani Tuhan seperti itu? Apakah pada malam hari kau sudah mau bangun shalat dan menyatakan 'terlambat sedikit saja, aku bisa merugi!' ?" "Kalau begitu bagaimana caranya agar aku bisa jadi pelayan Tuhan?", tanyaku "Allah adalah Raja Manusia, Raja Kehidupan ini," jawab Maulana, "Hanya manusia yang jadi rajalah yang dapat menjadi pelayan Raja Kehidupan!". "Kalau begitu, saya yang bukan siapa-siapa ini tak berpeluang menjadi pelayan-Nya?" kesadaranku menjadi gelap, tanpa harapan. "Bukan juga begitu, tapi dengarkan dulu ceritaku ini," ujar Maulana: "Seorang raja diraja bertemu dengan seorang sufi yang tinggal jauh dari pusat kota. Sufi itu hanya menemuinya beberapa menit, kemudian meninggalkan raja begitu saja. Melihat itu, raja diaja merasa kesal dan berteriak, 'Hei Tua, bersikaplah hormat kepadaku. Kalau kau tahu siapa diriku, kau akan menyesal!!!' Sufi itu tanpa membalikkan badannya menjawab, "Aku tahu siapa dirimu, kau adalah budak dari budak-budakku!" "Apa maksudmu?" teriak raja itu, "aku raja diraja negeri ini?" "Hehehe... Dalam diriku ada kemarahan, ketamakan, kegelisahan. Semuanya telah menjadi budak-budakku, tapi kau justru menjadi budak ketamakan dan kemarahan itu.' Demikianlah hidup ini. Sufi itu telah menjadi raja, karena itu ia menjadi pelayan Tuhan. Sementara itu raja diraja gila hormat, karena itu ia menjadi budak nafsunya sendiri." Aku tercenung. Berarti Mi'raj hanya diperoleh bila saya bisa menjadi tuan bagi diriku sendiri. Tiba-tiba seseorang menabrakku, ikan-ikan yang amis menumpah bajuku. Rupanya ia pedagang ikan, "Lihat-lihat dong, gak punya mata apa?" teriakku. "Lihatlah kau masih menjadi tawanan dari kemarahanmu," bisik Maulana sambil menggamit lenganku, pergi dari pasar. "Ciri pelayan Tuhan yang kedua adalah meyalani siapapun yang berhubungan dengan Tuannya," Maulana meneruskan uraiannya, "Smua orang berurusan dengan Allah, termasuk pedagang ikan itu. Kasihi mereka sebagaimana Allah mengasihi mereka. Bahkan pada yang berbuat kerusakan dan menghujatNya, Tuhan terus mengasihi." "Susah juga mencapai Mi'raj, kalau begitu?" komentarku. "Tidak juga," jawab Maulana, "Bangunlah pagi-pagi, sapu rumahmu, bersihkan dari debu-debu, cuci piring setelah makan, siram pepohonan di halaman rumahmu; dengan terus meniatkan diri bekerja "atas nama Tuhan" (bismillah). Saat itu kau menjadi pelayan Tuhan. Berjuanglah terus seperti itu, karena kemarahan, keputusasaan, akan berupaya menjadikanmu sebagai budaknya. Malam terus menggelap, mungkin sebentar lagi fajar. Terbayang gelas bekas kopi masih berantakan. Pagi ini, tidak siapa-siapa yang akan mencucinya.

Miskin

Tidak ada seorang pun yang hidupnya ingin miskin. Siapapun, termasuk Anda. Kata itu identik dengan kesengsaraan hidup dan ketidakberdayaan dalam menikmati kehidupan. Miskin menggambarkan kesusahan yang tak berkesudahan. Adagium Islam menyebutkan bahwa kemiskinan bisa menjurus pada kekufuran atau keluarnya seseorang dari agama. Saking akutnya akibat dari kemiskinan, Allah pun melarang manusia membunuh anak ataupun manusia yang lain hanya karena takut miskin.

Ada pernyataan yang cukup membingungkan ketika ada yang menyatakan bahwa hidup miskin sesungguhnya akan membuat hidup tidak repot. Tidak banyak yang diinginkan, karena memang tidak ada yang diinginkannya dan tidak mampu mendapatkan keinginan itu. Bahkan, katanya, nanti di akhirat, orang miskin akan cepat di"eksekusi" , tidak seperti orang kaya, yang wakatunya sangat panjang saat tuhan mengeksekusinya.

Menurut penulis, kaya atau miskin adalah pilihan. Bukan Sekedar Takdir. Ukuran kemiskinan pun sangat relatif dan tergantung siapa yang berbicara. Tiap manusia punya Kekuasaan dan keinginan (kudrah dan iradah) untuk mewujudkan apa yang diinginkan, termasuk pilihan miskin atau tidak. Tapi saat ini, miskin pun ternyata bisa diciptakan. Ketidakadilan pengelola masyarakat, yang kita sebut Government (yang padahal arti aslinya pelayanan, tapi malah salah kaprah dimaknai PEMERINTAH)juga sangat berpengaruh terhadap munculnya warga miskin. kemiskinan jenis ini biasa disebut kemiskinan Struktural. istilah tepatnya pemiskinan.

Banyak modus yang terjadi dan mengakibatkkan kemiskinan akibat struktural ini. Di antaranya, ketika anggara yang dialokasikan dalam APBN/APBD tidakk secara maksimal ditujukan dan diorientasikan untuk pembangunan masyarakat, baik secara fisik maupun non fisik. selain itu, kebijakan yang diatur dalam regulasi, dari mulai Undang-Undang samopai dengan Perda di daerah juga mendukung lahirnya kemiskinan dalam jumlah yang besar, bervariasi dan beragam jenis. Kasus seperti kenaikan tarif Dasar Listrik menjadi contoh yang sangat kongkret.

Janganlah



Teroris?

Ada banyak aliran politik dalam Islam. Tak sepatutnya menyalahkan semua muslim untuk apa yang dilakukan satu atau dua oknum.

Kepemimpinan yang Melayani

Tulisan ini dibuat dengan berbagai alasan. Pertama, setiap kita adalah pemimpin. Kedua, ada kecenderungan manusia memiliki karakter/sifat untuk menguasai orang lain. Ketiga, ramainya perhelatan perebutan kekuasaan melalui jalur Pilkada/pilgub/pillegislatif/pilpres yang tidak jarang menimbulkan konflik dan kerusuhan. kepemimpinan yang melayani adalah hakikat dari kepemimpinan itu sendiri. menjadi pemimpin pada hakikatnya adalah menjadi hamba bagi yang dipimpinnya. ia adalah 'Abid/pelayan bagi tuannya. siapakah tuannya itu? yang pasti yang memilihnya menjadi pemimpin, atau yang mempercayakan kehidupannya diatur oleh seseorang yang mereka percaya. Berbeda dengan konsep di atas, nyatanya hari ini terlihat orang berkecenderungan tidak memaknai kepemimpinan sebagai suatu bentuk pelayanan. Tapi lebih bagaimana menjadi penguasa bagi yang memilihnya. akhirnya yang terjadi, pola kepemimpinan yang dibagun adalah pola kepemimpinan atas-bawah. Masyarakat hanya dijadikan jualan untuk program-programnya. yang terjadi adalah membangun pencitraan(image building). apa bedanya dengan pembantu di rumah tangga? posisinya sangat sentral. tidak ada pembantu, karena mudik saat lebaran, yang terjadi adalah kekacauan sistem operasional di rumah tangga. Jadilah pemimpin yang melayani. karena dia akan dipentingkan untuk hadir di tengah-tengah masyarakat. tidak perlu modal besar untuk menjadi pemimpin. bersiaplah menjadi pelayan bagi masyarakat, ikhlaslah dengan pelayanan itu...insya allah syurga menunggu pemimpin yang berkarakteristik melayani..

Kamis, 10 Januari 2013

Sidang Tahap 2 (promosi)

Selasa, 8 Januari 2013 di lantai V SPS UPI Bandung, mulai pukul 08.00-09.00 WIB telah dilaksanakan Sidang Tahap 2 (Promosi Doktor). Penulis mengambil konsentrasi Pendidikan Tinggi Prodi Administrasi Pendidikan di SPS UPI Bandung. Disertasi yang dipertahankan berjudul : Kepemimpinan dan Manajemen Perguruan Tinggi (Studi Tentang pengaruh Perilaku Pimpinan terhadap Kompetensi Dosen dan Fasilitas Pembelajaran untuk Meningkatkan Akuntabilitas Manajemen PTAIS di Jawa Barat). Sidang dihadiri oleh; Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M.Ed (Direktur Pasca Sarjana SPS UPI Bandung), Prof. Dr.H. Azis Abdul Wahab.,M.A.(Ed) (Promotor), Prof.Dr.H. Nanang Fattah,M.Pd (Ko-Promotor), Dr. H. Danny Meirawan, M.Pd (Anggota), Prof.H. Udin S. Sa'ud, M.Ed., Ph.D (Penguji sekaligus Ketua Prodi Adpen SPS UPI Bandung), dan Prof.Dr.H. Endang Soetari Ad, M.Si (Penguji Luar, Ketua Prodi Ilmu Agama Islam Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung). Alhamdulillah...berjalan lancar.. Terima kasih atas pastisipasi dan do'anya pada semua pihak. Semoga tanggung jawab moral juga sosial yang kini makin berat dipukul, dapat ditunaikan secara amanah. Amiin.

Friendship is forever

Benar Ternyata, Menulis itu butuh Konsistensi

Bagi sebagian orang mungkin menulis bukan hal yang penting. Bahkan boleh jadi, bukan sesuatu yang harus jadi prioritas. Bagi Aku, menulis it...