Sabtu, 04 April 2020

Urgensi Penilaian Buku Pendidikan Agama

*Urgensi Penilaian Buku Pendidikan dan Keagamaan di Indonesia.*

*Mulyawan Safwandy Nugraha*

Ada hal yg sama disadari publik saat ini adalah bahwa ada hubungan erat antara bahan bacaan dengan sikap, cara berpikir dan bertindak seseorang. Artinya bahwa cara pandang tentang bahan bacaan menjadi input yg urgen dalam memengaruhi hal yang disebutkan tadi.

Kesadaran ini melahirkan pemikiran bahwa untuk memberikan efek positif atau bahkan negatif, tergantung bahan bacaannya. Saat ini bahan bacaan itu meluas tidak hanya berupa manuskrip, buku atau teks yg bersifat fisik, namun juga digital. Hal ini ditambah kecanggihan teknologi informasi yg bergerak dgn sangat-sangat cepat. 

Perubahan terjadi dalam hitungan detik. Informasi diterima langsung oleh masyarakat di tangannya. Berita yang Hak dengan yang Hoaks, berseliweran tak mengenal arah. Ekstrimnya lagi, tidak mengenal batas usia, bahkan konten atau materi apapun bisa diserap oleh siapapun dan kapanpun itu diperlukan.

Hal ini tentu harus diantisipasi. Peradaban yang sudah maju ini, dgn modernnya teknologi, jangan diisi dengan perilaku bar-bar penggunanya. Antisipasi ini dilakukan dalam rangka menjaga Marwah kemanusiaan. Jika dibiarkan meluas dan tanpa antisipasi, dampak buruk secara logis bakal terjadi.

Semua kita tentu sepakat bahwa pemerintah punya andil besar utk menjaga rakyatnya dari semua pengaruh buruk yang terjadi. Pemantauan dan pengendalian perlu dilakukan, tentu dengan menjaga nilai-nilai demokrasi dan kebebasan berekspresi masyarakatnya. 

Salah satunya, upaya tersebut adalah dgn menjaga bahan bacaan utk warga negara yg sedang belajar di sekolah dan madrasah. Tepatnya, di satuan pendidikan dasar dan menengah. Sumber pelajaran berupa buku pendidikan tersebut penting dijaga jangan sampai memberikan pengaruh yg bersifat laten utk anak dalam usia yg belum matang.

Dalam konteks ini, Pendidikan Agama diharapkan mampu menjadi benteng antisipasi masuknya pengaruh buruk dan menyimpang dari isu-isu yang saat ini berkembang. Isu tersebut seperti: radikalisme, anti Pancasila, ujaran kebencian, ujaran berbau SARA, adu domba dan lain-lain.  Hal ini didasari oleh pertimbangan bahwa buku pendidikan agama seharusnya berisi tentang pengetahuan yang mencerdaskan secara intelektual, muatan adab dan perilaku yang mengarah pada pembentukan karakter bernuansa kitab suci.

Dalam sistem perbukuan di Indonesia, pihak Kementerian Agama, menjadi lembaga yg berwenang melakukan penilaian terhadap Buku Pendidikan Agama dan Keagamaan di sekolah dan madrasah. Ada harapan, bahwa dengan dilakukannya penilaian ini, masyarakat menjadi terjaga dari bahaya munculnya isu-isu di atas. 

Tanggung jawab ini tentu tidak mudah dilakukan oleh Kementerian Agama. Menteri Agama sudah seyogyanya memberikan perhatian yg besar dan fokus terhadap Penilaian buku Pendidikan Agama ini. Hal ini bisa dimulai dengan mengajukan pendirian Institusi/lembaga khusus Penilaian Buku Pendidikan Agama dan Keagamaan minimal setingkat eselon II. Lembaga ini khusus menjadi lembaga yang melayani masyarakat (dalam hal ini penerbit buku) utk secara simultan Tugas dan fungsinya melakukan penilaian buku.

Dampak dari adanya institusi khusus ini adalah pejabat dan staf yg ada di dalamnya memang khusus utk melakukan penilaian buku pendidikan agama dan keagamaan. Termasuk anggarannya. Sehingga pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama,dapat dengan leluasa melakukan pelayanan publik dalam penilaian buku.

Dalam proses transisi saat ini, sesuai dengan amanat KMA tahun 2018 tentang Penialain Buku Pendidikan Agama. proses penilaian buku pendidikan agama dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat, dengan pelaksana oleh Puslitbang Lektur Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO). Secara formal pasca berlakunya KMA tersebut, penilaian buku baru dimulai tahun 2019 dan akan dilanjutkan pada tahun 2020. 

Rekomendasi lainnya adalah perlunya segera Menteri Agama mengeluarkan KMA tentang Penilaian Buku pendidikan Keagamaan. Ini sebagai pelengkap regulasi amanat UU sistem perbukuan. 

Tulisan ini sengaja diangkat mengingat urgensi penilaian buku pendidikan agama dan keagamaan agar dilakukan secara tepat sasaran, tepat pengelolaan, dan tepat hasil keluarannya. 

Semoga.

Tidak ada komentar:

Benar Ternyata, Menulis itu butuh Konsistensi

Bagi sebagian orang mungkin menulis bukan hal yang penting. Bahkan boleh jadi, bukan sesuatu yang harus jadi prioritas. Bagi Aku, menulis it...