Selasa, 29 Juni 2010

PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DIMULAI DARI MADRASAH

(Respon terhadap peresmian Kantin Kejujuran “AMANAH”
MAN Cibadak Kab. Sukabumi)
Oleh : Mulyawan S. Nugraha, S.Ag., M.Ag., M.Pd


Pendahuluan
Pada dasarnya pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sebagai salah satu jalur pendidikan formal, Madrasah Aliyah merupakan Sekolah Menengah Atas yang diselenggarakan oleh Departemen Agama. Keberadaan Madrasah Aliyah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan siswa untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi; meningkatkan pengetahuan siswa untuk mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian yang dijiwai ajaran Islam, dan meningkatkan kemampuan siswa sebagai anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitarnya yang dijiwai ajaran agama Islam.
Permasalahan korupsi secara konvensional dan kontemporer cenderung meningkat baik secara kualitas maupun secara kuantitas. Hal ini seiring dengan meningkat jumlah penduduk dan makin terbatasnya sistem sumber pemenuhan kebutuhan. Di masyarakat terjadi perubahan dan pergeseran nilai dan semakin lunturnya moralitas sebagai akibat makin globalnya masyarakat. Untuk menangani permasalahan korupsi tersebut diperlukan dan dituntut sumber daya manusia (SDM) di bidang hukum yang sangat ahli dan mumpuni serta bermoralitas tinggi, di samping itu juga sangat diperlukan peran serta Masyarakat dan Organisasi-organisasi yang ada di masyarakat yang peduli akan pemberantasn tindak pidana korupsi.
Kebijakan tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di samping sangat tergantung kepada pola kebijakan, program, strategi, sistem, mekanisme, koordinasi serta jaringan kerja antarstakeholder dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah yang didalamnya terdapat perangkat-perangkat penegak hukum secara terpadu, terarah, terencana juga sangat tergantung pada SDM, aparatur maupun unsur masyarakat yang berperan serta aktif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
Elemen masyarakat melalui wadah ataupun organisasi pada hakikatnya memiliki otoritas untuk bertanggungjawab dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Masyarakat bersama-sama dengan institusi bertanggung jawab untuk melakukan tindak preventif diantaranya dengan mengidentifikasi, menyusun perencanaan, memonitor dan mengevaluasi program yang akan dilaksanakan maupun kegiatan yang sudah dilaksanakan.
MAN Cibadak Kab. Sukabumi sebagai salah satu Madrasah Aliyah yang dinamis berkewajiban menjalankan peranannya sebagai lembaga pendidikan yang memiliki perangkat yang dapat menjadi suatu sistem yang terpadu. Keterpaduan tersebut diharapkan akan menumbuhkan suatu sinergi dan akselerasi (percepatan) yang dinamis, efektif dan efisien.
Di madrasah/sekolah, nilai-nilai yang berkembang di masyarakat dikenalkan, dikembangkan, dibina bahkan dihilangkan. Karena hal itulah, salah satu cara untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan antikorupsi di negeri ini adalah dengan memberikan perhatian terhadap pendidikan antikorupsi sejak dini di lembaga pendidikan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mendirikan kantin kejujuran. Dari namanya saja, kita dapat mengindikasi bahwa kantin tersebut menekankan kejujuran pembeli terhadap apa yang ia beli. Apakah uang yang dimiliki sesuai dengan barang yang diambil? Atau apakah pembeli jujur saat berada di kantin yang tidak ada penjaganya? Saat itulah, terjadi pertarungan sengit nilai-nilai noral tentang kejujuran dengan bisikan dan godaan yang menuntun pada ketidakjujuran. Bila bisikan dan godaan jauh lebih kuat dari pada hati nurani, dari situlah dimulai tindakan korupsi kecil-kecilan.

Korupsi: Penyakit Kronis
Para bupati, wali kota, gubernur hingga presiden pun ramai-ramai menunjukkan kepeduliannya terhadap problem sosial yang bisa memengaruhi ketidaktentraman kehidupan berbangsa dan bernegara. Juga, membuat rakyat tidak bisa hidup makmur sejahtera karena uang negara digerogoti para aparaturnya.
Kepedulian yang dilakukan para pejabat pemerintah kita untuk anti korupsi semoga tidak hanya sekedar lips service atau cari simpati. Tapi, yang lebih penting adalah bagaimana mereka benar-benar bisa jujur pada dirinya sendiri untuk tidak korupsi. Termasuk, memiliki komitmen yang tinggi dalam mencegah sekaligus memberantas korupsi di instansi yang dipimpinnya.
Melihat realita yang terjadi di birokrasi saat ini, sepertinya memerlukan waktu cukup lama untuk membersihkan praktik korupsi. Khususnya korupsi yang nilainya tidak termasuk kategori kelas kakap seperti yang dilakukan oleh beberapa kepala daerah dalam mengorupsi uang APBD yang akhirnya masuk bui. Justru praktik korupsi yang hampir tiap kesempatan terjadi di instansi pemerintah adalah markup dan penyunatan bantuan.
Sebagian besar laporan keuangan dari sebuah agenda kegiatan yang digelar oleh instansi pemerintah diwarnai dengan markup dan manipulasi. Yang sering dilakukan oleh para birokrat di antaranya, memanipulasi perjalanan dinas, terkadang perjalanan dinas itu fiktif. Me-markup harga pembelian barang, makanan, pembayaran jasa atau yang lain. Apakah itu kerjasama dengan pihak lain yang mendapat order atau cukup membuat nota atau kuitansi palsu dengan stempel palsu yang juga sudah disiapkan secara sistematis dan terencana (karena kebiasaan ini berlangsung terus menerus pada setiap kesempatan).
Model korupsi seperti itu sudah sangat lumrah untuk menghabiskan anggaran atau memudahkan dalam membuat laporan keuangan. Prinsip mereka, ada bukti tertulis di atas kertas yang formal (ada stempel) sudah dianggap beres, meski caranya dilakukan dengan ilegal atau menipu.
Selain itu, di instansi yang terkait dengan pengurusan izin, pelayanan, dinas penghasil, masih banyak ditemui pungutan liar, retribusi tanpa diberi karcis, dalih uang ketik, biaya tanda tangan pimpinan, biaya proses pengurusan cepat, dan lain sebgainya. Itulah praktik korupsi yang sudah membudaya di instansi pemerintah yang harus dibrantas.
Presiden SBY sendiri pada Hari Antikorupsi beberapa waktu lalu membeberkan delapan wilayah yang rawan terjadi praktik korupsi dan meminta penegak hukum untuk mengawasinya. Delapan wilayah yang paling rawan terjadi praktik korupsi adalah pendapatan negara, pos anggaran APBN dan APBD, kolusi penguasa dan pengusaha. Juga bisnis keluarga pejabat, proyek pengadaan barang, penerimaan pajak dan bea cukai, pendaftaran pegawai, TNI/Polri. Dan, yang terakhir wilayah rawan korupsi terjadi di pengurusan izin.
Korupsi merupakan penyakit masyarakat, bukanlah budaya. Sebab, budaya bangsa Indonesia yang Iuhur tidak pernah mengajarkan apalagi melestarikan penyakit tersebut. Praktik korupsi juga ditolak oleh agama, terlepas agama apa pun dia. Oleh karena itu, sifat jujur merupakan penangkal yang efektif dari virus korupsi.
Bahkan dalam ajaran Islam, sifat jujur akan mengantarkan seseorang kepada perbuatan-perbuatan yang bernilai. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya kejujuran itu akan mengantarkan kepada jalan kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu akan mengantarkan ke dalam al- jannah (surga), sesungguhnya orang yang benar-benar jujur akan dicacat di sisi Allah sebagai ash-shidiq (orang yang jujur). Dan sesungguhnya orang yang dusta akan mengantarkan ke jalan kejelekan, dan sesungguhnya kejelekan itu akan mengantarkan ke dalam an- naar (neraka), sesungguhnya orang yang benar-benar dusta akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta. “ (HR. Al Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2606).

Kantin Kejujuran dan Peran Guru
Sejatinya masalah korupsi berpangkal dari kejujuran. Meski kesempatan ada dan uang yang dikorupsi sudah di depan mata, tapi kalau seseorang bisa menjalankan amanah dengan jujur pasti tak akan terjadi praktik korupsi.
Tapi kalau sifat tidak jujur itu muncul akibat pengaruh setan, meski kesempatan dan uang yang dikorupsi tidak ada secara langsung, pasti dia akan mencari-cari. Jadi, yang perlu dikedepankan untuk mengurangi praktik korupsi adalah bagaimana pemerintah kita bisa menciptakan aparatur yang jujur. Termasuk juga membudayakan nilai-nilai kejujuran berkembang di tengah-tengah masyarakat kita.
Salah satu upaya untuk menumbuhkan nilai-nilai kejujuran kini telah dirintis oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung. Sejak beberapa bulan lalu KPK sudah mencoba mendirikan Warung Kejujuran. Langkah itu kemudian ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung dengan mendirikan Kantin Kejujuran di sekolah-sekolah. Pada Hari Antikorupsi lalu, Kejaksaan Agung membuat 2.711 Kantin Kejujuran di sekolah-sekolah seluruh Indonesia sebagai upaya edukatif anti korupsi.
Tanpa kejujuran, praktik korupsi, kolusi, nepotisme, dan segala bentuk manipulasi lainnya akan tetap subur di negeri ini. Untuk itu, kantin kejujuran yang merupakan pendidikan Antikorupsi perlu diterapkan sebagai upaya prepentif bagi generasi muda. Sebab, prevention is better than cure, pencegahan lebih baik dari pada mengobati.
Kantin kejujuran merupakan upaya untuk mendidik akhlak siswa agar berperilaku jujur. Kantin kejujuran adalah kantin yang menjual makanan kecil dan minuman. Kantin kejujuran tidak memiliki penjual dan tidak dijaga. Makanan atau minuman dipajang dalam kantin. Dalam kantin tersedia kotak uang, yang berguna menampung pembayaran dari siswa yang membeli makanan atau minuman. Bila ada kembalian, siswa mengambil dan menghitung sendiri uang kembalian dari dalam kotak tersebut.
Di kantin ini, kesadaran siswa sangat dituntut untuk berbelanja dengan membayar dan mengambil uang kembalian jika memang berlebih, tanpa harus diawasi oleh guru atau pegawai kantin. Salah satu motto yang ditanamkan di kantin ini adalah Anda berbuat, Allah Melihat Malaikat Mencatat. Kantin Kejujuran merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pendidikan Antikorupsi. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu problema bangsa yang hingga kini belum tuntas diselesaikan adalah praktik korupsi. Virus korupsi yang telah mewabah dan tumbuh subur di masa orde baru telah mengakibatkan kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan, bahkan menghambat kemajuan bangsa dan negara. Sangat sulit untuk memutus tali rantai virus tersebut. Meskipun demikian, putra-putri bangsa yang masih memegang idealisme yang tinggi dan merindukan keadilan di negeri ini akan tetap berupaya untuk memberangus virus korupsi.

Urgensi Kantin Kejujuran
Namun pelaksanaan kantin kejujuran akan sukses dengan dukungan bersama dari warga sekolah. Program tersebut tidak hanya keinginan dari atasan, akan tetapi kebijakan pemerintah justru patut diberikan apresiasi yang tinggi dengan mensukseskannya secara bersama. Bukan berarti program ini menambah beban bagi sekolah, terutama bagi guru. Justru melalui program ini mempermudah guru untuk mendidik akhlak siswa. Sebab, tugas guru tidak hanya melaksanakan proses pembelajaran di dalam kelas, tetapi lebih dari itu guru turut bertanggung jawab dalam membina kepribadian siswa. Hal ini sesuai dengan amanah UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen di mana pada pasal 6 disebutkan bahwa “kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga professional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional...”.
Sementara salah satu tujuan pendidikan nasional adalah mewujudkan peserta didik yang berakhlak mulia. Hat ini ditegaskan dalam UU Sisdiknas, pasal 3 ditegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah “... untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Sekali lagi, tugas guru tidak hanya mengajarkan materi an sich, tetapi berupaya semaksimal mungkin untuk membentuk kepribadian peserta didik yang sempurna. Selain itu, orangtua juga perlu memberikan motivasi dan pembinaan anak-anaknya agar selalu berperilaku jujur di sekolah, di rumah, maupun di lingkungan masyarakat.
Pihak Pemda Kab. Sukabumi, dalam hal ini Bupati Sukabumi, H. Sukmawijaya, dengan didukung oleh MUI Kab. Sukabumi, mengeluarkan Perbup Nomor 33 tahun 2008 tentang Standar Isi Program Pengembangan diri bidang pembiasaan Akhlak Mulia di sekolah dan Madrasah. Menurut hemat penulis, perbup ini sangat strategis dalam upaya mewujudkan masyarakat Kab. Sukabumi yang berakhlak mulia. MAN Cibadak Kab. Sukabumi telah berikhtiar untuk menyukseskan program pembiasaan akhlak mulia tersebut dengan mendirikan Kantin Kejujuran dan melaksanakan program-program lainnya. Kiranya pemda dapat mempertimbangkan untuk mengeluarkan kebijakan tentang kewajiban lembaga pendidikan untuk mendirikan kantin kejujuran sebagai wahana pembinaan akhlak mulia di Kab. Sukabumi.
Dengan adanya kerja sama yang baik antara orangtua, sekolah, pemerintah, dan masyarakat, lnsya’ Allah kita akan mampu mendidik generasi muda berperilaku jujur dan berakhlak mulia sebagai modal utama untuk membangun bangsa yang berperadaban tinggi bebas dari korupsi dengan membiasakan akhlak mulia. Semoga.

Tidak ada komentar:

Benar Ternyata, Menulis itu butuh Konsistensi

Bagi sebagian orang mungkin menulis bukan hal yang penting. Bahkan boleh jadi, bukan sesuatu yang harus jadi prioritas. Bagi Aku, menulis it...